◆ Chapter 27 ✔

5.1K 558 377
                                    

Pagi itu mentari menyembunyikan dirinya di baik awan-awan tebal berwarna ke abuan, seolah ingin menipu para penghuni bumi bahwa malam yang panjang belum berlalu.

Namun, bias cahaya miliknya tentu enggan untuk bekerja sama, karena cahaya itu kini berpendar menghapus langit gelap dan mengubahnya menjadi biru kelam. Membangunkan para penghuni bumi dan memaksa mereka untuk menyapa pagi yang begitu redup di akhir musim panas, di awal musim gugur ini.

Kelopak monolid Yoongi terbuka dengan perlahan. Menampilkan iris kelam yang kini menatap kosong langit-langit kamarnya yang gelap.

Garis hitam yang membingkai mata sipitnya, cukup untuk membuktikan bahwa pria pucat itu tak benar-benar tidur semalam suntuk. Hanya memejamkan mata sambil memeluk dunianya yang begitu hangat, tetapi tetap terjaga dengan segala kenangan indah yang justru mendatangkan kepedihan saat terputar bagai kaset rusak di dalam kepala.

Tetes hujan di luar sana kembali berebut untuk jatuh. Begitu riuh memecah keheningan pagi yang begitu redup itu.

Yoongi menyibak selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya. Menginjakkan kedua kakinya pada lantai kamarnya yang terasa begitu dingin, lantas menunduk untuk mengambil sepasang jubah tidur yang teronggok di lantai. Ia memakai salah satu jubah tidur itu dengan asal. Dan meletakkan yang satunya pada sisi ranjang.

Kedua sudut bibirnya terangkat tipis saat melihat dunianya masih terlelap dengan nyaman. Mendekat untuk memberi sebuah kecupan di kening, lantas beranjak menuju pintu balkon.

Yoongi membuka pelan pintu balkon itu. Angin semilir yang begitu dingin menyapa kulit putihnya. Aroma basah dari perpaduan air dan tanah yang begitu khas terasa menenangkan.

Ia membawa kedua kakinya untuk melangkah ke arah tepi balkon. Mengabaikan tetes-tetes air yang begitu tipis mulai menerpa dan membuat lembap tubuhnya. Lantas menjulurkan tangannya, menyentuh langsung sang hujan dengan jemarinya yang begitu kokoh itu.

“Apa hari ini kau juga menangis untukku?” tanyanya sambil menatap langit. Mengenang hari pemakaman Yoonji yang juga diiringi dengan hujan delapan tahun silam. “Kenapa kau menurunkan air sebanyak ini dan memperkeruh suasana. Kau membuatku ingin menangis, sialan!” maki Yoongi kepada langit.

“Kenapa kau memakinya?”

Yoongi mengernyit saat suara lembut itu menyapa pendengarannya. Ia berbalik dan mendapati Jimin berdiri di ambang pintu balkon tanpa repot-repot memakai jubah tidurnya.

Yoongi berkacak pinggang, menatap datar pemilik hatinya yang kini berlarian kecil untuk mendekat.

“Langit hanya ingin membantumu. Jangan memakinya,” ucap Jimin. Ia membuka tali jubah tidur Yoongi. Melingkarkan kedua tangannya di pinggang kokoh sang dominan dan menempelkan tubuh polos mereka.

“Langit ingin kau menangis sepuasnya ketika ia memutus sebuah ikatan melalui kematian. Dan kau tidak perlu malu, karena ia akan menutupi air matamu dengan hujan ini. Dia hanya tidak ingin kau menahan kesedihan itu,” lanjut Jimin.

Yoongi termenung untuk sejenak. Jimin benar. Langit tidak memperkeruh suasana. Hanya ingin memeluknya, menyembunyikan air matanya dengan caranya sendiri.

“Terima kasih sudah memberitahuku,” gumam Yoongi.

“Sama-sama, dan selamat pagi, sayangku,” sapa Jimin. Ia mendongak untuk menatap Yoongi, dan memberikan senyuman terbaiknya untuk sang kekasih, lantas mengecup bibir tipis itu.

Siapa yang butuh cahaya mentari untuk memulai hari. Yoongi hanya butuh senyuman Jimin untuk membuat paginya menjadi hangat.

“Selamat pagi, manis,” balasnya lantas mengecup kening si manis.

Sweet Temptation | YOONMIN • ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang