◆ Chapter 35 ✔

5.4K 550 358
                                        

Kamar itu begitu temaram dengan tembok-tembok berwarna gelap yang mengelilingi tanpa satu pun jendela sebagai pelengkapnya. Lampu antik yang menggantung di langit-langit ruangan sengaja di redupkan. Sementara lampu tidur yang terpasang apik di kedua sisi tempat tidur, kini padam mendatangkan suasana yang terasa tenteram.

Iris kelam Yoongi kini terpaku, memandangi dinding sebelah kiri tempat tidur. Di mana foto-foto dirinya dari tahun ke tahun di pajang dengan begitu apik oleh si pemilik kamar.

Ia membawa langkah kakinya untuk mendekat. Menyentuh dinding dingin yang penuh dengan gambar dirinya itu sembari mengulas senyum tipis. Lantas kembali melangkah ke arah rak kaca yang dipenuhi dengan boneka kucing hitam yang berjejer rapi.

“Kenapa harus kucing hitam?” gumam Yoongi, bertanya pada keheningan sambil mengusap rak kaca itu dari luar.

“Karena kucing itu manis. Mereka sangat anggun dan cantik. Sering kali terlihat arogan, padahal sebenarnya ingin dimanja. Daddy bilang, kucing itu mirip sepertiku. Aku suka.”

Suara serak di tengah keheningan kamar itu membuat Yoongi sedikit terkesiap. Ia segera berbalik dan melarikan kakinya menuju arah ranjang. Di mana sang pemilik kamar baru saja mendapatkan kembali kesadarannya.

“Kau sudah bangun ... ah, syukurlah,” gumam Yoongi sembari membantu Jimin yang berusaha mendudukkan dirinya dengan begitu tenang tanpa ringisan sedikit pun.

“Berapa lama aku tak sadarkan diri?” tanya Jimin.

“Sekitar lima jam,” jawab Yoongi sekenanya. “Katakan padaku, mana yang sakit, hum? Ah! Aku harus memanggil papamu. Tunggu sebentar, OK!”

“Yoongi...”

Meski serak, juga lirih nyaris tak terdengar. Nyatanya suara lembut itu berhasil membuat Yoongi yang telah mencapai ambang pintu berhenti, dan berbalik menatap kekasihnya yang kini mengulurkan tangan di sana.

“Mau peluk...”

Yoongi kembali mendekat, ia meraih tangan mungil yang berhiaskan selang infus itu, lantas merengkuh lembut tubuh mungil Jimin ke dalam dekapannya.

“Yoongi, kenapa kau sudah berganti pakaian? Mana infusmu? Bukankah kau harusnya masih dalam perawatan? Bagaimana dengan luka tembakmu?” tanya Jimin sambil menepuk-nepuk punggung Yoongi.

Hati Yoongi menghangat. Bagaimana kekasih hatinya begitu khawatir padahal keadaannya juga sama buruknya. Mereka sama-sama terluka. Luar dan dalam.

“Apa yang kau lakukan, hum? Kenapa kau sampai harus mendapat tiga belas jahitan di pinggangmu?! Siapa yang mengizinkanmu terluka? Itu pasti sakit sekali rasanya,” cerca Yoongi. Ia mengurai pelukan mereka dan menatap teduh si manis.

Menggeleng jengah karena pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan, Jimin lantas mengulas senyum tipis. “Karena kita sama keras kepalanya, ayo kita saling menjawab pertanyaan bersama-sama,” usulnya. Lantas mulai menghitung dengan jarinya.

“Aku baik-baik saja!” seru keduanya bersamaan, di saat ketiga jari Jimin terancung di antara mereka. Lantas keduanya mendengus bersamaan, sama-sama merasa tidak puas dengan jawaban masing-masing.

Yoongi menghela napas dalam, lantas kembali merengkuh lembut tubuh mungil Jimin untuk ia dekap. Mengusakkan wajahnya di ceruk leher yang terkasih sembari menghirup aroma manis yang selalu memabukkan.

“Ayo kita akui saja,” gumam Yoongi dengan suara teredam.

Jimin menempelkan pipinya di rambut hitam Yoongi, menggeseknya lembut dan mengecupnya pelan. “Mengakui apa?”

“Mengakui, kalau kita tidak baik-baik saja.” Yoongi mendongakkan wajahnya untuk menatap Jimin, dan ia langsung mendapat kecupan lembut dari bibir ranum favoritnya. Hingga Yoongi kini memejamkan matanya, menikmati cumbuan lembut kekasihnya.

Sweet Temptation | YOONMIN • ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang