Nasihat Ayah || Chapter. 35

42 6 0
                                    

Jangan pernah memihak ya, kamu harus jadi penengah.
-Alvian Jovankanichole

Happy Reading!

***

Malam itu setelah acara ulang tahun Vera selesai, Alvan memasuki kamarnya dan mencuci mukanya lalu menatap pantulan dirinya di cermin lemari yang ada di kamarnya. Menghela nafas dan mengusap kasar wajahnya, seperti ada sesuatu yang dipikirkannya.

"Yang lo lakuin hari ini, sifat dan perbuatan lo semuanya salah Van." itu yang ada di pikirannya saat ini. Kenapa ia jadi seperti anak kecil yang tinggi hati? Bodoh, harusnya dia ngucapin selamat ulang tahun kepada adik yang 9 tahun ini hidup berdua bersamanya.

Matanya tidak sengaja melirik satu bingkai foto berukuran 6R yang terpajang di atas laci sebelah lemari bajunya.

Diambilnya bingkai foto itu, dan satu kenangan di masa lalu merasuki pikirannya.

Flashback On.

Malam itu menunjukkan pukul 02.00 WIB, Alvian sedang menonton pertandingan bola di televisi, sambil memakan kuaci yang dibelinya waktu sore hari.

Suara langkah kaki mengalihkan fokusnya, Alvan berjalan ke arah Ayahnya, yang disambut senyum oleh laki-laki gagah itu.

"Kok belum tidur? Kan udah jam segini bang," kata Alvian saat Alvan mengambil duduk di sebelahnya.

"Gabisa tidur Pa," sahut Alvan dengan wajah cemberutnya.

Alvian menawarkan kuaci yang ia makan kepada Alvan, dan berkata "Kenapa? Lagi ada masalah? Soal sekolah? Ujian Nasional, atau pertemanan?" pertanyaan beruntut dari Alvian malah membuat Alvan makin pusing.

Saat itu Alvan berusia 12 tahun, dan kelas 6 SD jadi Alvian mengira mungkin Alvan pusing karena ujian akhir yang akan dijalani anak laki-lakinya itu, tapi tebakannya salah ketika Alvan menggeleng pelan dan berkata "Bukan karena itu Pa."

Alvan semakin menunduk, ia bingung harus melakukan apa.

"Terus jagoan Papa gamau cerita yang sebenarnya, hm?" bujuk Alvian dengan lembut, sembari mengelus rambut Alvan.

Menghela nafas lelah, Alvan kecil menatap Ayahnya dan mulai bercerita.

"Vierra sama Vera berantem Pah," kalimat dari Alvan pun membuat Alvian tertegun.

"Kapan berantemnya? Kok Papa gatau?"

Pertandingan bola yang saat itu tengah ditonton oleh Alvian tidak lagi dipedulikan oleh laki-laki itu, saat ini cerita dari anaknya adalah hal yang terpenting.

"Tadi sore, waktu Papa sama Mama pergi ke Supermarket untuk belanja bulanan."

"Coba ceritain jelasnya, biar Papa ngerti."

"Jadi tadi sore Vera sama Vierra lomba menggambar sekaligus mewarnai, dan jadiin Alvan sebagai jurinya. Awalnya Alvan males, karena Alvan mau main layang-layang sama temen di lapangan tapi karena mereka maksa yauda Alvan turutin, Alvan jadi jurinya mereka."

Love is a Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang