_________________________________________
Ini terlalu menyakitkan, kenapa setiap bahagia harus ada batasannya?
_____________Vierra Jovanka _______________Happy Reading!
Hiruk pikuk dan sejuknya jalanan ibu kota tidak berhasil membuat seorang gadis cantik bernama Vierra bersemangat menjalani harinya.
Ucapan Vera kemarin masih saja memenuhi pikirannya, walaupun ia sudah berusaha untuk tidak memikirkan hal itu.
Apa benar dia perempuan yang jahat dan tidak tau diri? Apa dicerita ini dialah pemeran antagonisnya? Semesta, ini terlalu membingungkan bukan? Bisakah kau selesaikan saja semuanya?
Ah, terlalu banyak tanda tanya yang memenuhi pikirannya. Sampai kapan ini semua berakhir?
Pikirannya buyar setelah ia mendengar suara klakson motor yang terus berbunyi di depan rumah kontrakannya. Dengan cepat ia segera membukakan pintu dan terlihatlah Steve dengan motor ninja hitam milik laki-laki itu.
"Steve? Ngapain pagi-pagi kesini?"
"Lo gak mau sekolah atau gimana?"
"Emang sekarang jam berapa?" tanya Vierra panik, astaga karena terlalu pusing memikirkan perkataan Vera dia sampai lupa untuk bersekolah.
"Gue gak tau tepatnya, tapi sekarang itu jam setengah 7."
"Hah serius? Steve mau nungguin Vie? Emang Steve gak takut telat?"
"Kalo lo siap-siap dari sekarang kita gak akan telat."
"Yaudah Steve tungguin Vie ya, 15 menit!" setelahnya, Vierra langsung masuk kembali dan bersiap-siap.
Setelah merasa semuanya sudah siap, Vierra langsung menemui Steve dan keduanya berangkat ke sekolah.
Di perjalanan Vierra teringat sesuatu, ia lupa bertanya kenapa Steve bisa datang ke tempatnya pagi-pagi begini tanpa minta izin dulu? Biasanya Steve pasti meminya izin dulu jika ingin menemui Vierra atau mungkin menjemputnya seperti sekarang ini.
"Steve? Kok Steve bisa ada di depan kontrakan pagi-pagi?"
"Kenapa? Gak suka ya gue dateng terus nyamper lo?" tanya Steve sambil fokus mengendarai motornya.
"Enggak kok, cuma aneh aja kan biasanya Steve minta izin dulu."
"Oh."
"Ih, kok cuma 'Oh?' kasih alasannya gitu...." Vierra menggerutu kesal.
"Gak usah pake alasan deh mendingan."
"Kenapa emangnya?"
"Ya gitu, kalo gue kasih tau nanti lo bakal sakit hati lagi."
"Sakit hati? Maksudnya?"
"Dih kepo banget sih lo."
"Ih, yaudah ah terserah lo ya gue males," gerutu Vierra sambil mengalihkan pandangan. Diam-diam Steve memandangnya lewat kaca spion.
"marah aja mukanya konyol," ucap Steve dalam hati. Tanpa disadari senyum tipis terbit dari bibirnya.
"Kita udah sampai," kata Steve setelah selesai memarkirkan motornya. Untung saja mereka tepat waktu jadi, mereka berdua tidak perlu repot-repot menjalani hukuman yang akan diberikan ketua osis sekolah ini.
"Makasih," ucap Vierra singkat.
"Sama-sama mbak Pierraaa," sahut Steve sambil tersenyum menggoda. Salah, lebih tepatnya tersenyum jahil. "Lo jalan duluan, nanti gue susul dari belakang!" perintah Steve yang diangguki Vierra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is a Dream [END]
Teen FictionSUDAH END, PROSES REVISI. --- Rasa bersalah, penyesalan dan kehilangan. Ketiga hal itu tidak pernah absen menghantui kehidupan seorang Vierra Jovanka "Pergi dari rumah ini, anak pembawa sial" Vierra takut sepi, Vierra takut gelap. Namun kenapa oran...