Papah? || Chapter. 41

38 4 0
                                    

Happy Reading!!

***

Alvian melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit, ia berjalan mencari ruangan dimana anaknya dirawat.

Lalu pria itu mengintip dibalik tembok saat melihat istrinya duduk dengan keadaan yang mengerikan, tidak jauh dari sana ia melihat Alvan sedang berdiri dengan wajah bingungnya lalu Vierra yang menundukkan kepalanya.

Alvian tersenyum tipis, ia mengerti. Pasti Alvan bingung ingin menenangkan siapa dulu sekarang. Anaknya itu tumbuh dengan baik ternyata.

"Mamah jangan nangis lagi dong, Mama harus berdoa sama Tuhan biar Vera dikasih kesembuhan. Mama coba ngaca deh, kalo Vera tau Mamanya kayak gini dia bakalan Marah, Maskara udah berantakan kemana-mana, rambut acak-acakan, mata sembap banget. Nanti Vera malah gamau bangun karena takut sama penampilan Mama." kata Alvan mencoba mencairkan suasana.

"Lo juga Vie, Vera nanti malah makin gamau ketemu sama lo kalo dia sadar ternyata wajah kembarannya jelek banget kayak tampilan lo sekarang." dengus Alvan kepada Vierra.

Bugh.

Alvan tersungkur ke depan, saat sebuah tonjokan yang tidak terlalu keras menghantam tubuhnya dari belakang. Membuat Vierra dan Kania panik dan melihat orang yang menonjok Alvan.

"Sembarangan kamu ngatain anak sama istri saya jelek. Mau saya tonjok lebih kenceng daripada ini, hm?" sahut Alvian dengan santai.

Kania, Vierra bahkan Alvan yang kesakitan sangat kaget dan tercengang. Mata mereka sama-sama membulat, bahkan Kania menutup mulut saking terkejutnya.

"A... Al?" gagap Kania.

"Papah?" cengang Vierra dan Alvian bersamaan.

"Halo, keluarga kecil Papa yang paling Papa kangenin sejagat raya." sapa Alvian dengan senyum manisnya.

Brukh.

Kania pingsan. Membuat Alvian khawatir, ia segera menggendong istrinya dan membawanya menemui dokter. Alvan dan Vierra masih tercengang, keduanya masih mencoba mencerna situasi. Bagaimana bisa?

Tersadar, Vierra berdiri lalu menarik Alvan yang masih bengong.

"Buruan bang, nanti Arwahnya Papa keburu ilang!" ajak Vierra. Lalu Alvian mendengus karena masih bingung.

Alvian mencium kening istrinya, perasaan rindu yang teramat dalam merasuki dirinya. Ia memang sempat kecewa dengam Kania 10 tahun lalu, tapi ia sadar bahwa perempuan itu sedang tersulut emosi dan rasa sakit hati.

"Papah!" panggil Vierra.

Walaupun tadi Vierra mengatakan 'arwah'  akan tetapi ia tetap menangis melihat ayahnya, buktinya saat ini gadis itu tengah memeluk Alvian dengan erat membuat Alvian terkejut. Tidak lama kemudian Alvan datang juga dan membeku di depan pintu saat matanya dengan jelas melihat bahwa itu Alvian, Ayahnya.

"Ini beneran Papah, hm?" tanya Vierra di sela-sela tangisnya.

Alvian melepaskan pelukannya, lalu tersenyum menatap anak gadisnya itu.

"Iya ini Papa. Papa masih hidup sayang."

"Gi... gimana bisa? Mak... maksud Vie, Papah korban kecelakaan dan sek... sekarang Papah ada disini."

"Sssttt... Papah bakalan bunuh diri Papa sendiri kalau Papa liat kamu nangis karena Papa. Udah ya, jangan nangis." kata Alvian sambil menghapus air mata anaknya.

Vierra kembali menangis dan memeluk Alvian dengan erat, seolah-olah takut kehilangan pria itu lagi. "Jangan pergi lagi, hiks..." gumam Vierra dan Alvian hanya tersenyum haru.

Love is a Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang