Happy Reading !!
Motor sport berwarna hitam milik Steve berhenti di pekarangan rumah bercat putih. Steve membuka helm dan turun dari motornya, lalu membantu Vierra untuk turun dari motor tersebut. "Makasi Steve," ucap Vierra sambil memegang bahu Steve untuk turun dari motor itu.
"Jangan bilang makasih, makasihnya pake cara lain aja."
"Apa tuh?"
"Kapang-kapan makan bareng, bisa?"
Menimang sebentar permintaan Steve, akhirnya Vierra menganggukkan kepalanya setuju.
"Ayo, gue anter ke dalem."
"Eh ....?" Vierra kaget, pasalnya di dalam ada Alvan.
"Kenapa?"
"Ada abang gue, dia galak kalo sama cowo yang gak dikenal," lirih Vierra.
Steve tersenyum, "gak apa-apa kok, ayo."
Setelahnya Steve memapah Vierra sampai ke depan pintu. Vierra mengetuk pintu rumahnya dan dengan hitungan yang sangat cepat (mungkin 0,01 detik) pintu itu langsung terbuka, membuat Vierra kaget.
"Buset, udah di depan pintu banget nih Kak?" ucap Vierra dengan kekehannya.
"Telat 47 menit, kemana aja? Itu jalan kenapa harus dipapah, terus jidat benjol kayak gitu? Dan ini cowok siapa? Selain Gio, gak ada cowo yang pernah lo ajak kesini atau bahkan nganterin lo pulang." bukannya menjawab pertanyaan adiknya, Alvan memilih untuk mengintorgasi adik perempuannya itu.
"Nanya-nya satu-satu kak."
"Telat 47 menit, kemana aja sampai pulangnya lama?"
"Sekarang kan jadwal gua piket kak, jadi pulangnya lebih lama. Piket dulu tadi."
"Itu jalan kenapa harus dipapah, terus jidat kamu benjol?"
"Vie kepeleset, kaki Vie terkilir, jidatnya kebentur tembok."
"Ini cowok siapa? Kamu gak pernah pulang sama cowo lain kecuali Gio lho."
"Kenalin kak, ini Steve anak baru di kelas Vie. Dia yang nolongin Vie pas jatuh tadi."
Steve mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Alvan dan dibalas oleh kakak laki-laki temannya itu. "Steve bang, temennya Vierra."
"Alvan, abangnya Vierra. Lo yang nolongin Vierra?"
"Iya bang."
"Thank you deh ya,"
"Siap bang."
"Gue udah bilang thank you, jadi gak perlu jalan sama ade gue." mendengar pernyataan itu membuat Steve dan Vierra serempak menoleh ke Alvan.
"Kak, apaan sih?" elak Vierra.
"Kenapa?"
"Bang itu kan yang minta maaf elo, nah kalau ke Vierra beda lagi," balas Steve sambil terkekeh.
"Yeuh, alesan. Dah sana pulang, mau apa lagi? Minta sumbangan?"
"Kakak ...." kesal Vierra.
"Bercanda bro, mau mampir gak?"
"Nggak usah bang, gua langsung balik aja ya."
"Oke sip, hati-hati."
"Hati-hati di jalan Steve."
Setelah mendengar ucapan hati-hati, Steve segera berbalik badan dan menaiki motornya lalu berlalu dari sana. Seperginya Steve, Vierra menatap Kakak laki-lakinya itu dengan kening berkerut.
"Kenapa?" tanya Steve heran ketika melihat tatapan menusuk dari adiknya itu.
"Gik pirli jilin simi idi gii" nyinyiran yang berasal dari adiknya itu membuat Alvan tertawa, "nyebelin."
"Kenapa marah? Beneran mau jalan ya sama dia?"
"Bukan itu, Kak Alvan gak sopan banget, pake segala nyindir mau minta sumbangan lagi. Gak liat tuh motornya keren banget, huh?"
"Hahahaha, udah ah. Masuk kamar gih, mandi terus turun lagi buat makan malem."
"Ih, kaki Vie masih sakit tau."
"Yauda sini duduk di sofa dulu, biar Kakak urutin."
Alvan membantu Vierra duduk di Sofa yang ada di ruang tamu rumah itu, lalu mengambil minyak urut dan memijat pelan betis dan lutut Vierra yang sedikit membiru,
"Jadi Steve itu crush kamu?"
"Apasih kak, orang baru kenal hari ini."
Alvan hanya manggut-manggut saja, "terus kenapa setuju pas dia ngajak makan?"
"Ya kan sebagai ucapan terimakasih,"
Alvan tertawa mendengar pernyataan dari adiknya itu, "kamu tuh gak peka banget Vie, kasian orang yang suka sama kamu."
"Maksudnya?"
"Lupain aja. jadi kapan mau jalan sama Steve?"
"Bukan jalan kak, orang cuman makan bareng doang kok. Di kantin juga bisa."
"Iyadeh, cewe mah gak pernah peka."
"Apasih."
Setelah itu hanya ringisan pelan yang keluar dari mulut Vierra dan Alvan yang tertawa melihat wajah lucu adiknya itu.
. . .
Steve menghentikan motornya di sebuah café milik keluarganya, senyum tipis tidak berhenti menghiasi wajah tampannya. Memasuki restoran itu, dirinya disambut hangat oleh beberapa karyawan disana. Setelah membalas sapaan dari karyawan disana, Steve melangkahkan kakinya untuk memasuki ruangan berlabel "manager" yang tidak lain adalah ruangan ibunya.
"Eh Steve, kenapa kesini?" sapa Dara – mamanya Steve.
"Ma, aku lagi seneng banget."
"Kenapa tuh? Lagi kasmaran ya, happy banget kayaknya."
"Eum. besok café pas siang dibikin sepi ya ma?"
"Kenapa?"
"Mau kamu apain nih café?"
"Mau makan bareng, hehehe."
"Wih, sama calon mantu kah?" mendengar gombalan Dara membuat wajah Steve memerah seperti kepiting rebus.
"Makan bareng sama siapa, kayaknya kamu happy banget?"
"Ada deh, nanti Abang kenalin."
"Aduh, jadi gak sabar"
"Ma, ada kerjaan yang perlu dibantuin gak?"
"Gak ada, pulang aja duluan. Julian dirumah sendirian tuh."
Julian Arnita adalah adik perempuan dari Steve. Umurnya 4 tahun dibawah Steve, tapi masih sangat polos.
"Siap, Abang pulang dulu ya Ma."
Setelahnya Steve pergi dari sana.
. . .
"Vie, kakimu udah gimana?"
"Udah enakan Kak, jago banget ngurutnya."
"Gua mah serba bisa, jadi dokter dadakan aja bisa kan."
"Narsis banget sih," sahut Vierra.
"Tuh bibi udah masak, makan yuk."
"Makasih kak," ucap Vierra tulus.
"For what?"
"Everything."
. . .
Singkat banget chapter ini, ditunggu notifnya.
Follow instagram @natalialuvita
Bye-bye

KAMU SEDANG MEMBACA
Love is a Dream [END]
Novela JuvenilSUDAH END, PROSES REVISI. --- Rasa bersalah, penyesalan dan kehilangan. Ketiga hal itu tidak pernah absen menghantui kehidupan seorang Vierra Jovanka "Pergi dari rumah ini, anak pembawa sial" Vierra takut sepi, Vierra takut gelap. Namun kenapa oran...