5 - My Fault

8.1K 922 53
                                    

WIFEY BY TRARAMADHANY

Instagram : @traramadhany & @hf.creations

****

Berjalan-jalan di pasar lokal, Nini dan Abel membeli beberapa souvenir untuk diberikan kepada orang-orang yang menunggu di Jakarta nanti. Ada gantungan kunci yang segera ditunjukkan Nini kepada Cia, dan adiknya itu menyuruh Nini untuk membelinya sebanyak lima, untuk dibagikan kepada teman-teman Cia juga. Kendati mendengkus, Nini tetap menyanggupi keinginan gadis itu. Lagi pula, ia tidak mengeluarkan terlalu banyak uang hanya untuk lima gantungan kunci berbentuk gajah.

Mood Nini sedang bagus-bagusnya, terutama saat mengetahui bahwa masa periodenya sudah selesai, hanya memakan tiga hari dan tepat di hari ke empat atau hari ini, ia benar-benar bersih. Semangatnya untuk jalan-jalan kian meninggi.

"Ni, mau beli syal yang pakai tulisan nama kita berdua, nggak?" tanya Abel menunjukkan syal polos.

"Boleh."

Abel tersenyum lebar, segera berbicara kepada penjaga toko dan menyebutkan nama mereka berdua. Nini berjalan menjauh untuk melihat beberapa pigura yang dipajang, dengan lukisan ikan mas berenang di antara bunga teratai, ada juga lukisan pria tua yang tengah mengembuskan asap rokok dari dalam mulut, menggenggam korek api di tangan kanan.

Yang paling menarik perhatian Nini adalah, lukisan wanita hamil yang dari dalam perutnya ada kaki kecil. Tanpa sadar ia meringis, membayangkan bahwa saat ia masih di dalam perut Ibu, ia juga menendang-nendang seperti itu.

Merasakan sesuatu yang hangat melilit lehernya, Nini menoleh. Mendapati Abel sudah melilitkan syal bertuliskan nama mereka itu ke lehernya.

"Aku mau lihat namanya."

Abel menunjukkan satu yang masih ia genggam, merentangkannya. Nini tersenyum melihat tulisan nama mereka yang dioret rapi.

"Not bad."

"Kamu mau beli salah satu piguranya?"

"Nggak, sih. Nggak terlalu berminat. Kamu mau beli?"

"Nggak juga. Nggak ada yang bener-bener bagus menurut aku."

This! Nini harus mengatakan bahwa sejak dua hari yang lalu, Abel sudah mengajaknya bicara dengan 'Aku-kamu'. Sudah tidak seformal kemarin-kemarin, yang Nini rasa seperti bicara dengan rekan kerja, alih-alih suami.

"Terus mau beli apa lagi?"

"Aku udah cukup sama yang aku pegang sekarang. Kamu nggak dititip apa-apa sama Ibu? Mama soalnya nitip banyak. Pengin kipas, keramik hias, gantungan pintu, botol kaca, selendang, apa lagi tadi..." Abel mencoba membuka paper bag yang ia pegang, tercenung saat mendengar Nini tertawa. Ini—pertama kalinya. Namun belum puas mengagumi tawa wanita itu, Nini sudah berjalan melihat-lihat souvenir lain.

"Ibu pengin selendang juga nggak, ya," gumam wanita itu, melihat-lihat selendang yang ditaruh begitu saja dengan souvenir lain. Beberapa pertimbangan kemudian, ia menarik selendang berwarna biru muda, mengajak penjaga toko berbicara dan membayar tagihannya.

"Sini, aku yang bawa," ucap Abel segera menarik paper bag berisikan selendang yang dibeli oleh Nini. "Mau beli ice cream?"

"Where?"

"Tadi ada di ujung, di dekat yang jual keramik hias."

"Ayo ke sana sekarang," ajak Nini bersemangat. Sudah sangat lama lidahnya bersentuhan dengan ice cream. Terakhir adalah saat Vania mengajaknya makan siang dan berakhir mengenalkannya dengan seorang pria yang ujung-ujungnya mendapat penolakan dari Nini.

WIFEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang