7 - Cuddle

8.1K 880 23
                                    

WIFEY BY TRARAMADHANY

Instagram : @traramadhany & @hf.creations

****

Abel kian gelisah saat Ibu masih saja berceloteh di depan kulkas sembari dengan semangat menyusun tiga kotak makan yang ia bawa, menyusunnya secara rapi. Ibu sudah bercerita panjang lebar mengenai pertemuannya dengan Mama siang tadi, yang menjelaskan bahwa mereka memasak bersama di dapur Mama, mencoba resep baru mi cumi pedas ala-ala Thailand. Yang berakhir sebagian telah dibawa ke sini, di salah satu kotak makan tersebut.

"Tolong ditelepon Nini-nya, Nak Abel. Tanyain di mana. Ini udah lewat dari jam tiga, lho. Biasanya jadwal praktek Nini cuma sampai jam tiga."

Ibu tampak santai menutup kulkas, menepuk-nepuk tangannya seolah baru saja menggenggam debu.

"Saya..."

Ibu mengernyit. Ya siapa lagi? Suami Nini cuma satu.

"Iya. Nak Abel. HP Ibu dayanya habis."

Ragu, Abel menarik ponsel. Menimbang dengan sangat lama saat jarinya telah tepat berada di kontak bernama Wifey. Istrinya, Nini.

Ada begitu banyak bayangan di kepalanya bila berhasil menelepon Nini. Bayangan pertama adalah makian. Bayangan kedua, kutukan. Bayangan ketiga, yang paling menyesakkan, ia mungkin hanya akan menerima penolakan.

"Nak Abel?"

"Oh—iya."

Tapi tetap, ia tetap tidak menekan nama kontak tersebut. Sehingga Ibu, yang seolah memiliki kemampuan membaca seseorang, bertanya dengan gamblang.

"Ada masalah, Nak Abel?"

"Saya telepon sekarang, Bu."

"Nggak." Mata Ibu menyipit. "Kamu sama Nini nggak baik-baik aja?"

Detak jantungnya berdebam keras, membuat Abel pucat dan berdiri gamang.

"Ya, kalian sedang bermasalah," simpul Ibu, percaya pada dirinya sendiri.

***

Bersama sebuah tas dan kantong plastik besar di tangan yang sama, Nini menekan pin untuk membuka pintu apartemen. Ia melangkah masuk, terkesiap halus saat melihat Vania ada di dalam juga. Senyum tipisnya tersungging, senyum yang menurut Vania adalah senyuman palsu.

"Hai. Lo di sini juga," sapa Nini sembari menyibak rambutnya ke belakang.

Vania menaikkan alis, masih menggenggam gelas bulat berisi air putih yang ia teguk kandas sebelum Nini muncul. "Apa yang salah sama lo?"

"Hah? I'm good."

"You're not. Dengan membeli lebih dari sepuluh cokelat nggak memungkinkan buat gue percaya kalau lo baik-baik aja."

Nini mendesah, memilih berselonjor di sofa dan membuka salah satu bungkusan cokelat sembari melirik Vania dengan malas.

"For your information, cokelat bagus buat menjaga mood tetap baik."

"Apa itu berarti mood lo lagi berantakan?"

Nini mengedikkan bahu, dan Vania mencibir di dalam hati bahwa Nini selalu memiliki mood yang buruk setiap hari. Nenek sihir! Desisannya hampir-hampir keluar, sebelum menjadi senyuman aneh setelah Nini meliriknya dengan mata memicing tajam.

"Anyway, lo udah berhari-hari di sini—"

"Lo ngusir gue?"

"Nggak, ya Tuhan." Iya sih. "Gue boleh dong tau apa dan bagaimana masalah lo sebenarnya?"

WIFEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang