TIGA PULUH EMPAT

3.2K 142 0
                                    

Jasad Dirga terbaring kaku diruang tengah rumah megahnya. Semua keluarga, partner kerja, karib kerabat, dan tetangga memenuhi ruangan tersebut. Isak tangis terdengar dari keluarga dan orang-orang terdekat. Mereka tidak menyangka Dirga akan pergi secepat ini.

Karin masih saja menangis di sebelah jasad yang membersamai hidupnya selama dua puluh dua tahun. Umi Gio dengan setia berada disamping dan menenangkannya.

"Ayaah.." Karin selalu memanggil nama ayah meskipun tidak ada lagi jawaban.

"Nak, ikhlaskan ayah. Ayah udah tenang, udah nggak sakit lagi." Ujar Umi mengusap punggung Karin.

"Maaf pak Gio, apa pak Dirga sudah bisa kita mandikan?"

"Ya, mari pak."

Jasad Dirga diangkat Gio bersama para keluarga untuk segera dimandikan.

*

Jasad Dirga di kebumikan pukul sebelas pagi di pemakaman keluarga besar Lexy. Makam Dirga bersebelahan dengan makam Aulia, istrinya. Tangis Karin semakin pecah melihat jasad sang ayah dimasukkan kedalam liang lahat. Dia belum siap menghadapi semua ini. Karin tidak akan pernah siap ditinggal ayah untuk selamanya.

"Ayah... Jangan tinggalin Karin." Suara Karin terdengar seperti desihan. Air matanya mulai kering karena sedari tadi dia tidak berhenti menangis.

"Jangan kuburin ayah! Mas Gio jangan kuburin ayah!" Entah kerasukan apa, tiba-tiba Karin berteriak. Dia hendak melangkah mendekat ke arah makam, tapi dengan cepat tubuh Karin di tahan Umi dan tantenya.

"Lepas Umi. Lepas tante. Karin mau ke ayah. Ayah belum meninggal. Ayah cuma tidur!"

"Karin, sadar nak. Istighfar."

Karin menggeleng. "Nggak! Jangan kuburkan ayah!"

Gio yang merasa keadaan Karin tidak kondusif pun keluar dari makam. Dia membersihkan tangannya dengan tissue yang diberikan Kamil, kemudian Gio menghampiri istrinya itu. Mengambil alih posisi tante Karin.

"Mas ayah. Jangan kuburkan ayah." Lagi-lagi Karin hendak mendekati makam untuk menghentikan orang-orang agar tidak mengubur jasad ayah, tapi dengan cepat Gio menahannya. "Lepas Mas. Aku mau ke ayah. Aku, aku nggak mau ayah pergi."

"Istighfar, sayang."

"Ayah.. katanya ayah mau nemenin Karin wisuda. Bentar lagi skripsi Karin selesai yah. Ayo yah bangun. Temenin Karin wisuda."

Pelayat yang datang terisak melihat Karin. Mereka mengerti dengan posisi dan keadaan Karin saat ini. Wanita itu pasti sangat terpukul dan kehilangan. Apalagi Karin anak satu-satunya dan dia juga begitu di manjakan oleh Dirga.

"Ayah..."

Gio memeluk Karin. Mengusap punggung Karin untuk menenangkannya.

"Istighfar sayang. Astaghfirullahaladzim." Bisik Gio di telinga Karin.

"Ayah mas."

"Ikhlaskan ayah sayang."

Karin tidak menjawab lagi. Dia hanya bisa menangis di pelukan Gio. Semangat dan harapannya untuk hidup terkubur bersama raga sang ayah.

Pemakaman Dirga selesai satu jam kemudian. Para pelayat satu per satu berpamitan dan meninggalkan makan Dirga Lexy. Dan yang tersisa di pemakaman hanya Gio dan Karin.

Karin berlutut di samping pusara Dirga. Air matanya kembali mengalir. Dia tidak mengeluarkan suara sedikit pun, hanya saja air mata yang membuktikan betapa hancur leburnya hati Karin saat ini.

"Kita pulang ya sayang." Ajak Gio. Laki-laki tersebut dengan setia merangkul sang istri.

Karin menggeleng. Dia tetap ingin berada disini menemani ayah.

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang