DUA PULUH DUA

3.3K 153 2
                                    

"Mas.. makan malam dulu yuk. Aku udah masak nih." Karin tersenyum ketika Gio menarik salah satu kursi meja makan.

Di atas meja sudah terhidang berbagai macam makanan, salah satunya makanan favorit Gio, yaitu rendang.

"Aku juga masak rendang. Kata bi Jum kamu suka banget sama rendang. Ini mas." Karin meletakkan sepiring nasi beserta lauk di hadapan Gio.

"Bi, tolong bikinin saya telur dadar ya."

"Tapi tuan-"

"Bi..."

"Baik tuan." Bi Jum tidak membantah lagi dan langsung melakukan apa yang diperintahkan majikannya itu.

Karin hanya bisa diam. Tentu saja dia kecewa dengan apa yang di lakukan Gio. Ternyata usahanya mempersiapkan makan malam dari jam lima sore tidak di hargai lelaki itu. Tapi Karin masih mencoba bersabar, karena dia tau yang salah adalah dirinya, makanya Gio bersikap seperti itu.

Karin kembali kecewa, ketika Gio menggeser piring yang berisi nasi -yang di ambil kan Karin tadi- dan Gio memilih menyendokkan nasi ke piring baru, lalu melahapnya dengan telur dadar buatan bi Jum.

"Mas.. Aku mau jelasin semuanya."

Gio menggeleng. "Nggak usah." Jawabnya dingin.

"Tapi mas, aku nggak mau kita kayak gini terus. Aku tau aku salah. Aku minta maaf tapi kamu harus denger dulu penjelasan aku."

Gio meneguk air mineral yang ada di hadapannya, kemudian meninggalkan meja makan tanpa sepatah kata pun.

Karin menghela napas lalu menghapus air mata yang jatuh begitu saja di pipinya. Karin sangat sakit berada di posisi sekarang ini, posisi dimana di abaikan oleh orang yang dulu sangat perhatian kepadanya.

"Non--" bi Jum mendekat. Dia turut prihatin melihat majikannya.

"Nggak apa-apa Bi. Buang aja semua makanan ini." Setelah mengatakan itu, Karin menuju kamarnya.

***

Pukul 07.30 Wib

"Yo, lo kusut banget gue liat. Gue nggak pernah liat lo kayak gini. Serius." Haikal memandangi sahabat lamanya itu. Gio hari ini sangat berbeda dari biasanya. Pagi ini Gio terlihat lesu di tambah kantong matanya yang mulai menghitam, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemilik Farukh Corp tersebut kurang istirahat.

"Lo kenapa sih Yo? Heran gue!" Haikal terus memperhatikan Gio yang sejak tadi sibuk dengan laptop. Dia sama sekali tidak memperdulikan kehadiran Haikal.

"Gue nggak suka ya Yo liat lo kayak gini. Lo kalau ada masalah bisa cerita sama gue. Bukan malah lo pendam sendiri. Jadinya kayak sekarang, bukan kayak lo yang biasanya!"

Gio menatap Haikal. "Ini masalah gue Yo. Nggak bisa gue ceritain gitu aja ke lo."

"Masalah keluarga?"

Gio mengangguk sembari menghela napas.

"Lo masih nggak percaya sama gue, Yo? Kita udah sahabatan berapa lama sih?" Haikal memperbaiki duduknya. "Ginova Farukh Setiawan, nggak semua masalah bisa di pendam sendiri. Lo butuh cerita sama orang lain dan dengan begitu lo bakal ngerasa lega."

Gio tidak lagi menyahuti apa yang di lontarkan Haikal. Sebenarnya, Gio membenarkan apa yang di katakan Haikal. Tapi Gio berfikir, belum saatnya dia menceritakan masalahnya kepada Haikal dan lagi pula ini masalah keluarga yang seharusnya Gio selesaikan sendiri.

Hp Gio yang berada di atas meja bergetar. Pertanda ada satu pesan masuk.

My Wife

Assalamualaikum Mas Gio.

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang