Gio menghempaskan tubuhnya ke kasur king size yang terdapat di tengah kamar. Laki-laki bertubuh jangkung dan berkulit putih tersebut membuka dua kancing atas kemejanya ketika merasakan udara kamar panas, padahal AC telah di nyalakan.
Gio menarik rambutnya frustasi. Kepalanya benar-benar pusing memikirkan semua yang terjadi. Bohong saja kalau Gio tidak memikirkan permasalahan kantor yang baru saja di bobol dan juga perbuatan Karin yang membuat kepalanya semakin pusing.
Salah apa Gio sampai dia terjebak dalam pernikahan seperti ini? Pernikahan tanpa rasa cinta dan bahagia. Bukan, lebih tepatnya pernikahan yang bertepuk sebelah tangan, karena hanya Gio yang mengharapkan pernikahan ini, tidak dengan Karin.
Gio bangkit dari posisinya lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum adzan maghrib berkumandang.
💮💮💮
Karin duduk dengan gusar di depan meja rias. Perlakuannya kepada Gio tadi membuat otaknya terus saja berfikir, apa dia sudah terlalu kasar kepada pria itu? Sampai-sampai Gio berkata tidak akan peduli lagi dengan dirinya.
"Apa gue minta maaf aja kali ya." Gumam Karin bingung.
"Nggak nggak nggak." Karin meyakinkan dirinya sendiri.
"Gue nggak salah kok. Dia yang salah, ngapain ganggu gue."
Karin pindah duduk ke kasur.
"Tapi dia bilang dia nggak bakal peduli lagi sama gue." Gumam Karin lagi.
"Well, bukannya itu yang lo mau Karin? Lo udah berhasil dong. Iya. Gue udah berhasil buat dia nggak peduli lagi sama gue."
Dari tadi Karin berbicara seorang diri. Dia lagi berusaha meyakinkan dirinya jika perbuatannya tadi tidak salah, karena yang salah itu Gio.
"Ah bodo lah." Karin membuka pintu kamar. Dia berniat untuk duduk di ruang keluarga, sekedar menghibur diri dengan menonton acara yang di sajikan oleh tv nasional.
Menghibur diri?
Karin menyalakan televisi lalu duduk menyilakan kaki di atas sofa. Tangannya sibuk memainkan hp, mulai dari membuka instagram hingga chattingan dengan Christ. Jadilah sekarang tv yang menonton Karin, bukan Karin yang menonton tv.
Karin mendongakan kepala ketika suara tv tidak terdengar lagi. Benda persegi tersebut di matikan Gio.
"Kenapa lo matiin?" Tanya Karin kepada Gio yang berdiri di sebelah tv.
"Kalau nggak nonton nggak usah hidupin." Jawab Gio datar dan berlalu meninggalkan Karin begitu saja.
Karin mengikuti langkah Gio keluar rumah. "Lo mau kemana?"
Gio menghiraukan pertanyaan Karin lalu masuk ke dalam mobil. Tanpa berpamitan, Gio meninggalkan rumah.
"Demi apa gue di kacangin?" Pekik Karin kesal.
"Kalau nggak nonton nggak usah hidupin." Karin meniru gaya bicara Gio. "Dasar pelit. Masa orang kaya pelit." Gumamnya dan kembali duduk di sofa.
"Kenapa gue mikirin dia sih. Bodo amat dia mau kemana."
💮💮💮
Gio turun ke lantai bawah dengan setelan kantor. Pagi ini dia harus kembali ke kantor lagi, meskipun Gio masih mengantuk karena semalam pulang sekitar jam dua dini hari. Dan tadi pagi Gio juga tidak sholat berjamaah di mesjid, karena tubuhnya sangat lelah. Jadi dia memilih untuk sholat di rumah saja.
Gio memasang wajah sedatar mungkin ketika melihat Karin berada di meja makan. Tadinya Gio berfikir, kalau gadis itu masih tidur di kamarnya seperti hari-hari yang lalu, ternyata hari ini tidak. Selepas sholat subuh, Gio sempat ingin membangunkan Karin seperti biasa, tapi hal tersebut di urungkannya mengingat pernyataan yang dilontarkannya tadi malam bahwa dia tidak akan peduli lagi dengan Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
(NOT) DREAM MARRIAGE
Teen FictionBagaimana rasanya menjalani rumah tangga tanpa dilandasi rasa sayang dan cinta? Apakah saling bertahan atau saling melepaskan? Yuk baca dan ikuti kisah Gio dan Karin :) Happy reading💋 -DelviSilvia- ---- 3 Februari - 28 September 2021