TIGA PULUH TIGA

3.4K 150 1
                                    

Gio dan Karin memutuskan untuk menginap dirumah Ayah karena Karin merasa tidak tenang meninggalkan ayah dalam keadaan kurang sehat, meskipun dirumah banyak asisten rumah tangga.

Gio mematikan alarm hp Karin yang berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Gio bangkit dari tidurnya lalu mengusap wajah. Dia melihat kearah jam dinding yang menunjukkan angka 04.35 Wib, yang berarti empat menit lagi adzan subuh akan berkumandang.

"Sayang---" Panggil Gio sembari mengusap pipi Karin. Sebenarnya dia tidak tega membangunkan istrinya itu, tapi kewajiban untuk melaksanakan sholat subuh lebih utama.

"Sayang bangun." Lanjut Gio.

"Lima menit lagi mas." Balas Karin serak. Dia semakin menarik selimut untuk menutupi badannya.

"Bangun, Karin. Kita sholat subuh yuk."

"Hmm." Karin bangun dari tidurnya. Walaupun tubuhnya sudah tidak berbaring lagi, tapi matanya masih terpejam.

"Ayo ambil wudhu, sayang. Biar seger dan nggak ngantuk lagi."

"Iya Mas."

"Yaudah. Mas mandi dulu ya." Ujar Gio. Gio sudah terbiasa mandi sebelum subuh karena hal tersebut adalah sunah dan juga baik bagi kesehatan.

"Hmm."

"Kamu mau mandi juga sebelum subuh?"

"Iya. Mas duluan aja mandinya. Aku siapin sajadah."

"Oke sayang."

Sembari menunggu Gio mandi, Karin mengambil sajadah di dalam lemari. Dia mengeluarkan dua sajadah dan satu mukenah. Karin juga menyiapkan baju koko dan peci buat Gio. Perlengkapan mereka memang sudah disiapkan oleh asisten rumah tangga.

"Assalamualaikum warahmatullah."

"Assalamualaikum warahmatullah."

Dua puluh menit kemudian Gio dan Karin selesai melaksanakan ibadah sholat subuh. Karin meraih tangan Gio lalu menciumnya. Setelah itu mereka berdoa bersama.

"Mas." Panggil Karin.

"Kenapa sayang?" Gio membalikkan badannya kearah Karin.

"Kepala aku pusing dan perasaan aku tiba-tiba nggak enak." Karin memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja terasa berdenyut.

"Kita periksa ya. Kita kerumah sakit."

Karin menggeleng. "Kita ke kamar ayah aja mas."

Gio membantu Karin bangkit dari posisinya. Lalu mereka turun ke lantai dasar menuju kamar Dirga.

"Bi, tolong buatkan teh hangat ya." Ujar Gio kepada Bibi yang sedang menyapu ruang tengah.

"Baik tuan."

Perasaan Karin semakin tidak enak ketika langkahnya semakin mendekati kamar ayah. Karin takut. Dia takut hal yang selama ini di takutinya akan terjadi. Kepergian ayah untuk selamanya adalah hal yang paling di takutkannya di dunia ini. Dia trauma dengan 'kehilangan' semenjak sang Bunda meninggal dunia.

"Enggak Karin. Semuanya baik-baik aja. Ayah pasti sehat. Dan kamu akan wisuda bersama ayah." Gumam Karin menyemangati diri sendiri.

"Assalamualaikum yah." Panggil Gio mengetuk pintu kamar Dirga.

"Ayaah." Panggil Karin.

Diam. Tidak ada jawaban.

"Kita masuk aja mas."

Gio mengangguk lalu tangannya memutar kenop pintu. Dengan perlahan pintu terbuka. Terlihat Dirga masih terbaring di atas kasur mewahnya.

"Ayah.. Ayah udah sholat subuh?" Tanya Karin menghampiri Dirga. Tapi Dirga hanya diam. Dia sama sekali tidak bergeming.

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang