DELAPAN

4.4K 181 3
                                    

Karin berendam di bathtup dengan harapan segala emosi dan amarahnya larut bersama air. Sebelumnya Karin tidak pernah seperti ini, emosinya selalu bisa dikendalikan, tapi hari ini Gio benar-benar membuatnya murka. Karin benci dengan orang yang mengganggu hubungannya dengan orang lain. Dan Gio tidak punya hak atas dirinya. Mereka menikah karena terpaksa, bukan?

Setelah merasa puas berendam dan berpakaian lengkap, Karin bergegas masuk kamar ketika hpnya berdering. Ada satu panggilan dari ayah.

'Hallo ayah.'

'Assalamualikum Karin.'

'Waalaikumsalam ayah.'

'Kamu apa kabar?'

'Baik ayah.'

'Alhamdulillah. Ayah senang dengarnya. Gio mana?'

'Dikamarnya.' Ceplos Karin tapi beberapa detik kemudian Karin merutuki kebodohannya. 'Maksudnya di kamar yah. Karin lagi di ruang tengah.'

'Tadi ayah nelpon Gio tapi nggak di angkat. Makanya ayah telpon kamu."

'Iya yah. Mungkin Mas Gio lagi mandi. Jadi telpon ayah nggak keangkat.'

'Iya nggak apa-apa. Oh iya malam besok ayah mau ngundang kalian makan malam di rumah. Bisa?'

'Pasti yah. Karin kangen banget sama ayah.'

'Ayah juga kangen kamu sayang. Besok ayah tunggu di rumah. Tolong sampaikan ke Gio ya.'

'Baik yah. Ayah sudah makan?'

'Sudah tadi. Yasudah, ayah tutup telponnya ya. Ayah sedang ada tamu. Assalamualaikum.'

'Waalaikumsalam.'

Karin kembali meletakkan hpnya di atas nakas. Ayah mengajaknya untuk makan malam bersama, tentu Karin harus pura-pura bahagia dengan pernikahannya di depan ayah, dan Karin juga harus bekerja sama dengan Gio.

Dengan keterpaksaan, Karin kembali ke kamar Gio. Dia melihat pria itu sedang tertidur di atas kasur. Karin memegang tangannya, berniat untuk membangunkan.

"Astaga. Panas banget. Mas Gio." Karin terpaksa memanggilnya dengan sebutan Mas, karena dia tidak tau harus memanggil dengan sebutan apa.

"Mas.." Dia mengguncang tubuh Gio.

"Hmm."

"Bangun."

Gio membuka matanya. Kepala nya berat dan semakin berdenyut.

"Bantar, gue panggilin bi Sri dulu." Karin hendak beranjak tapi tangannya di tahan Gio.

"Nggak usah. Tolong ambilin obat di laci."

Karin membuka laci meja satu persatu, dan dia menemukan obat di sana. Obat penurun panas.

"Tetap aja butuh air minum." Gumam Karin dan berlari menuju lantai dasar. Dia meminta bi Sri untuk mengantarkan air minum ke kamar Gio.

"Karin dimana bi?" Tanya Gio yang tidak melihat keberadaan Karin.

"Non Karin di kamar sebelah tuan."

Gio menghela napas lalu meminum obat yang di sediakan bi Sri.

---

Kira-kira pukul delapan malam, Gio merasakan tubuhnya mulai membaik. Dia beranjak dari tempat tidur untuk mengambil laptopnya lalu turun ke lantai dasar. Gio sudah tidak memperdulikan lagi keadaannya, yang terpenting saat ini deadline pekerjaannya.

Gio tidak percaya begitu saja menyerahkan tugasnya kepada Sherly, apalagi menyangkut hal-hal penting perusahaan. Gio bukannya tidak percaya dengan karyawannya, hanya saja dia harus berhati-hati, karena dulu Gio pernah di tipu karyawannya sendiri. Semenjak itu, Gio mulai berhati-hati dan menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran.

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang