TIGA PULUH SATU

3.8K 167 0
                                    

Karin masih saja menangis di dalam kamar. Dia sangat khawatir dengan keadaan Dirga. Kenapa ayah tidak memberitahunya? Kenapa semuanya harus disembunyikan dari dirinya? Bukankah Karin anak ayah satu-satunya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkecamuk dipikiran Karin.

"Sayang, makan ya. Nanti kamu sakit lagi." Gio meletakkan nampan berisi sepiring nasi dan air minum di nakas.

"Aku nggak lapar, Mas." Karin menggeleng.

Gio meraih tangan Karin. "Kamu nggak usah khawatir, sayang. Keadaan ayah udah membaik. Tadi Kamil juga nelvon kalau mereka besok udah balik ke Indonesia."

"Bener?" Karin memastikan.

Gio mengangguk. "Iyaa. Besok kita kerumah ayah. Sekarang kamu makan dulu."

"Tapi bener ayah pulang besok kan mas? Mas nggak bohong kan?"

"Iya sayang. Percaya sama mas." Gio menangkup kedua pipi Karin lalu menghapus air matanya. "Sekarang makan ya."

"Aku nggak lapar mas."

"Sedikit aja. Tubuh kamu butuh nutrisi." Gio mengambil nasi yang dibawanya tadi lalu menyuapi Karin. Baru dua suap, Karin menggeleng. Saat ini dia benar-benar tidak nafsu makan.

"Ini minum dulu." Gio memberikan segelas air lalu Karin meminumnya.

"Yasudah. Kamu istirahat ya."

Karin hanya mengangguk.

**

Keesokan harinya...

Karin duduk dengan gelisah diruang keluarga rumah Dirga. Dia sudah tidak sabar bertemu ayah dan melihat kondisinya secara langsung. Karin sangat berharap, Ayah baik-baik saja.

"Sayang. Ayah udah di perjalanan kerumah kok." Ujar Gio yang mengerti dengan kegelisahan Karin.

"Aku pengen ketemu ayah, mas."

"Iyaa. Sebentar lagi ayah sampai." Gio merangkul Karin lalu mengusap lengan istrinya itu.

Gio dan Karin bangkit dari posisi mereka lalu berjalan ke arah pintu depan ketika mendengar suara mobil berhenti tepat di depan rumah. Mata Karin langsung berlinang melihat Dirga turun dari mobil. Dirga tersenyum kearah mereka.

"Ayaaaah." Karin memeluk Dirga. Tangisnya tidak bisa di bendung lagi. "Karin kangen ayah."

"Ayah juga kangen Karin." Balas Dirga sembari mengusap air matanya.

"Ayah kenapa nggak ngasih tau Karin kalau ayah sakit?"

"Ayah sehat kok, nak. Nggak sakit."

Suara isak tangis Karin semakin terdengar. "Ayah bohong. Karin udah tau semuanya. Karin nggak mau ayah kenapa-kenapa."

Dirga mengangguk lalu mengecup puncak kepala Karin. Dia benar-benar rindu dengan putri satu-satunya itu.

"Yah." Sapa Gio menyalami tangan Dirga setelah Karin melepaskan pelukannya dari Dirga.

"Apa kabar, Gio?"

"Alhamdulillah sehat yah. Ayo kita masuk Yah."

Dirga mengangguk dan melangkahkan kaki memasuki rumah. Karin tidak pernah melepaskan rangkulannya di tangan sang ayah.

"Ayah udah makan? Kita makan siang ya yah."

Dirga menoleh kepada Karin lalu tersenyum. Anaknya itu benar-benar sudah jauh berubah.

"Ayah masih kenyang, sayang."

"Bener?"

"Iyaa. Oh iya, ayah ada oleh-oleh buat kamu. Nanti ayah suruh Kamil kasih kamu ya."

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang