EMPAT PULUH DUA

3.5K 162 4
                                    

"Mas, kenapa baru sekarang kamu upload foto aku di sosmed kamu?" Tanya Karin sepulang dari rumah sakit. Saat ini mereka sedang berada diperjalanan pulang.

"Maksudnya?"

"Ya dari dulu kamu nggak pernah posting foto aku bahkan foto nikah kita di instagram, facebook, atau sosial media kamu. Kenapa baru sekarang?"

"Karena aku ngejaga kamu. Ngejaga istri aku."

Karin menoleh kepada Gio yang tengah fokus menyetir. "Maksudnya gimana?"

"Dulu kamu belum berhijab, jadi aku nggak mau mengumbar aurat kamu, karena aku sayang sama kamu. Aku nggak mau postingan aku itu jadi sumber dosa jariyah buat kamu."

"Dosa jariyah?"

"Iya." Gio mengangguk. "Dosa Jariyah itu dosa yang tetap mengalir meskipun kita sudah meninggal. Contoh simpelnya ya kayak mengumbar aurat di sosmed, setiap ada orang yang melihatnya bahkan sampai tergoda, ya itu dosa bagi kita."

"Ih ngeri ya." Karin bergidik ngeri.

"Sekarang aku udah berhijab dan lebih tertutup dari sebelumnya, tapi kenapa di postingan terbaru kamu wajah aku cuma setengah? Aku jelek ya sampai kamu malu buat ngasih tau aku ke orang-orang?" Tanya Karin dengan nada kesal.

Gio terkekeh lalu meraih tangan Karin dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan digunakannya untuk menyetir.

"Kamu cantik sayang. Cantik banget malahan. Dan itu alasan kenapa mas nggak mau masang wajah kamu di sosial media. Mas nggak mau kecantikan kamu di nikmati semua orang. Cukup buat mas aja."

Karin tersenyum mendengar jawaban Gio. Kalimat simpel yang keluar dari mulut Gio mampu membuat jantungnya berdebar.

"Kok senyum-senyum gitu? Seneng ya?" Goda Gio mencubit pipi Karin. Dia sangat gemas melihat istrinya.

"Dikit." Balas Karin di iringi kekehan.

Gio tersenyum kemudian kembali fokus ke jalan raya yang cukup padat. Karena malam ini adalah malam minggu. Dimana rata-rata anak muda hingga dewasa akan menghabiskan waktu bersama pasangan maupun keluarga. Hal tersebut mungkin dilakukan untuk menghilangkan penat setelah satu minggu bekerja.

"Mas Stooop!"

Teriakan Karin membuat Gio kaget dan langsung menginjak rem. Beberapa pengendara langsung mengklakson karena mereka berhenti mendadak. Hal tersebut jelas saja berbahaya karena bisa menyebabkan kecelakaan, dan untungnya pengendara di belakang mobil Gio bisa mengendalikan kendaraannya.

"Karin kamu apa-apaan sih? Untung kita nggak kecelakaan." Ujar Gio setelah meminggirkan mobilnya.

"Maaf mas."

Gio menghela nafas mengatur emosinya. "Kenapa?"

"Itu.. aku pengen beli bakso." Karin menunjuk kearah tukang bakso yang berjualan di depan masjid.

"Ayok."

"Tapi mas------"

"Apa?" Gio yang berancang membuka pintu mobil kembali menoleh kepada Karin.

"Yang makan baksonya aku. Kamu makan bubur ayam aja ya."

"Nggak." Gio menggeleng. "Mas nggak mau makan bubur ayam."

"Mas-----" Rengek Karin.

"Rin, nggak lucu makan bubur ayam jam segini. Lagian mana ada yang jual bubur ayam disini."

"Ada."

"Mana?"

"Tuh." Karin kembali menunjuk tukang bakso tadi. "Di gerobaknya tertulis 'Bakso dan Bubur Ayam Kang Mas' jadi dia jual bubur ayam mas." Lanjut Karin kegirangan.

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang