DUA PULUH LIMA

4K 185 1
                                    

3 hari sebelumnya

Karin hanya bisa menangis di kamar setelah Gio meninggalkannya di meja makan. Sefatal itu kah kesalahan Karin sampai Gio mendiamkannya?

Entah dapat ide dari mana, pagi harinya Karin memutuskan untuk keluar dari rumah. Karin sengaja pergi dari rumah ketika Bi Jum ke pasar di antar mang Asep. Dengan begitu Karin tidak perlu menjawab pertanyaan yang akan keluar dari mulut mereka berdua.

Karin meninggalkan rumah menggunakan taxi online yang sudah di pesannya. Dia sengaja tidak membawa mobil karena menurut Karin mobil itu milik Gio meskipun atas nama Karin. Tempat pertama yang di tuju Karin adalah kantor pengacara keluarganya. Karin menyerahkan semua urusan perceraiannya kepada pak Hanafi, karena jujur saja, dia tidak akan mampu untuk bertemu Gio di ruang persidangan. Karin sangat yakin Gio akan menceraikannya, karena laki-laki tersebut masih berhubungan dengan Zakia.

Setelah bertemu pak Hanafi, Karin memutuskan untuk chek in di sebuah hotel yang berada di pusat ibu kota. Hotel tersebut menjadi pilihan yang tepat bagi Karin untuk menenangkan diri. Jujur, saat ini Karin merasa dirinya benar-benar hancur. Seolah dunia tidak berpihak kepadanya.

"Lo bodoh Karin. Lo bodoh!" Umpatnya sendiri sembari mengusap air mata.

Karin merogoh tas nya untuk mengambil hp, kemudian mematikan benda pipih tersebut. Dia sedang tidak ingin di hubungi oleh siapapun.

***

Hari ini dengan terpaksa Karin harus ke kampus. Pembimbing Akademiknya, Pak Irfan berulang kali menghubungi Karin dan meminta Karin untuk menemuinya di akademik. Mau tidak mau Karin mengiyakan demi kelangsungan skripsinya.

Karin memperhatikan sekitar gedung akademik. Dia berharap Gio tidak berada disana. Karin bernapas lega ketika dia tidak melihat keberadaan Gio dan dengan cepat Karin melangkah masuk kedalam ruangan dosen setelah pak Irfan mempersilakannya.

"Skripsi kamu sudah sampai mana, Karin?"

"Sudah sampai bab 2 pak, saya sedang mengerjakan bab 3".

Karin dan pak Irfan berdiskusi mengenai skripsi yang sedang di garap oleh Karin. Dosen paruh baya tersebut memberi beberapa masukan mengenai motode yang digunakan. Diskusi mereka berlangsung selama 15 menit dikarenakan pak Irfan ada jadwal mengajar.

"Terimakasih pak. Saya permisi". Pamit Karin dan berjalan keluar ruangan.

"Non Karin".

"Rena? Lo ngapain berdiri disini? Mau jumpa pak Irfan?"

Rena menggeleng cepat. "Pak Gio masuk rumah sakit".

Darah Karin berdesir. "Rumah sakit?"

"Iyaa non. Tadi pak Gio pingsan di parkiran. Beliau sakit selama non pergi."

Karin langsung menarik tangan Rena meninggalkan gedung akademik.

*

Karin melihat Haikal berdiri di depan ruangan VVIP rumah Sakit Abdi Negara. Raut wajah Haikal tampak gusar yang membuat Karin semakin khawatir dengan keadaan Gio.

"Mas, gimana keadaan mas Gio?"

"Karin? Duduk dulu". Haikal membawa Karin ke kursi tunggu. "Gio sedang di periksa dokter. Kamu jangan khawatir ya".

Karin menghela napas berat. Bagaimana mungkin dia tidak khawatir? Ini semua pasti gara-gara dirinya.

"Gio mati-matian nyari kamu sampai dia lupa makan".

Karin menoleh ke arah Haikal dan laki-laki itu mengangguk. "Gio sangat mencintai kamu Rin. Percaya sama aku".

"Keluarga pasien?"

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang