TIGA PULUH LIMA

3.4K 161 0
                                    

Setelah menemui awak media, Gio kembali bergabung bersama anggota keluarga. Untuk saat ini, mereka tidak akan membahas perihal siapa yang akan menggantikan posisi Dirga untuk memimpin Lexy Corp.

"Mas Dirga orang baik. Saya yakin beliau wafat dalam keadaan husnul khatimah. Liat saja tadi beliau pergi dengan tersenyum." Ujar Ameer memutar kembali ingatannya ketika memandikan jasad sang kakak. Kakaknya meninggal dalam keadaan tersenyum.

Gio mengangguk. "Aamiin. In Syaa Allah om. Ayah merupakan sosok yang sangat baik dan bijaksana. Semoga apa yang beliau lakukan di sisa umurnya menjadi pahala jariyah di akhirat nanti."

"Aamiin aamiin ya robbal alamin."

Ketika mereka sedang mengobrol, Rena datang menghampiri.

"Mm permisi, bapak ibu."

"Ya kenapa Ren?"

"Itu pak, non Karin dari tadi nggak berhenti nangis." Adu Rena yang ditugaskan oleh Gio untuk menjaga Karin di kamar.

"Gio, lebih baik kamu temani Karin. Dia sangat butuh kamu saat ini." Ujar Umi.

"Iya Umi. Kalau begitu Gio ke kamar ya Umi, Abi, Om, Tante."

"Iya. Gio." Balas Gina.

"Nak Rena, tolong siapkan makan siang untuk Karin ya. Sepertinya dari tadi dia belum makan." Pinta Umi dengan lembut.

"Baik bu. Permisi."

*

10 tahun yang lalu

Karin menangis terisak di dalam kamarnya. Dia baru saja kembali dari pemakaman sang bunda. Baju hitam yang dikenakannya sudah penuh oleh tanah makam.

Aulia Tasya Lexy, ibu dari Anastasya Karina Lexy tersebut mengalami kecelakaan tunggal di jalan tol pada pagi hari yang membuat dirinya meninggal di tempat. Kabar buruk tersebut langsung sampai ke telinga suami dan putri tunggalnya.

Pemakaman Aulia dilaksanakan pada hari yang sama. Isak tangis Karin tak terbendung. Untuk pertama kalinya dia merasakan kehilangan untuk selamanya. Dia benar-benar terpuruk dan patah. Bunda, tempat cerita dan tempat dia mengadu telah pergi meninggalkannya dan sang ayah.

"Bunda, kenapa bunda ninggalin Karin?" Pertanyaan tersebut selalu dilontarkan Karin.

"Allah jahat! Kenapa Allah ambil bunda dari Karin? Karin masih butuh bunda. Kembalikan bunda ya Allah." Karin yang ketika itu berumur 12 tahun hanya bisa menyalahkan keadaan.

"Kembalikan bunda ya Allah! KEMBALIKAN!" Teriak Karin.

"Sayang.." Dirga menghampiri Karin lalu memeluk putrinya itu. "Ikhlaskan sayang."

"Nggak ayah!"

"Karin sayang dengerin ayah. Semua ini sudah kehendak Allah. Dibalik ini semua, Allah pasti akan berikan kebahagian kepada kita." Ujar Dirga dengan suara bergetar. Dia sedang menahan air matanya agar tidak jatuh. Dirga tidak ingin Karin melihatnya menangis meskipun hatinya sedang patah. Belahan jiwanya telah pergi.

"Tapi nanti Karin cerita sama siapa lagi yah? Nanti yang jemput dan ngantar Karin ke sekolah siapa? Yang nemenin Karin main siapa? Karin mau bunda, yah." Air mata Karin mengalir begitu deras.

"Ada ayah. Ayah yang akan anter- jemput Karin. Ayah juga yang akan nemenin Karin main. Dan ayah akan menjadi pendengar semua cerita Karin." Dirga mengakhiri kalimatnya dengan senyuman. "Sekarang hapus air mata Karin." Dirga menghapus air mata putrinya itu. "Bunda akan selamanya ada di hati kita, nak. Ayah janji, tidak akan ada yang menggantikan posisi bunda di hati dan dirumah ini. Dan ayah juga janji, ayah akan berada disisi kamu selamanya." Lalu Dirga memeluk Karin.

Dan, Dirga menepati semua janjinya. Dia selalu ada untuk Karin. Dirga juga dengan senang hati mendengarkan semua keluh kesah Karin meskipun dia lelah sepulang bekerja.

*

"Ayah.. besok kan weekend. Kita liburan yuk." Ajak Karin kepada Dirga yang baru saja pulang dari kantor.

"Ide bagus. Anak ayah mau kemana?" Dirga meletakkan tasnya lalu mengambil posisi di sebelah Karin. Tangannya merangkul Karin dan sesekali Dirga mengecup kepala Karin.

"Ke pantai? Karin pengen lari-lari di pantai yah."

"Boleh."

"Tapi nggak jadi aja deh yah, kayaknya ayah capek." Karin berubah pikiran ketika melihat raut lelah tergambar jelas di wajah Dirga.

Dirga tersenyum. "Ayah nggak capek sayang. Besok kita ke pantai ya."

"Beneran yah?"

"Iyaa."

"Yeay. Makasih ayah." Karin memeluk Dirga lalu mencium pipinya.

Selama hidupnya Dirga tidak pernah memukul atau main fisik kepada Karin meskipun kesalahan yang dilakukan Karin sangat fatal. Seperti disaat Karin merayakan sweet seventeennya, dia meminta izin kepada Dirga untuk dinner bersama teman-temannya, ternyata malam itu Karin pergi ke club dan untuk pertama kalinya Karin meminum alkohol dan pulang dalam keadaan mabuk. Melihat keadaan Karin seperti itu, Dirga menghela napas lalu memeluk Karin. Air matanya jatuh.

"Maafin ayah Karin. Kamu begini karena kesalahan ayah."

-

Semua kenangan masa lalu tersebut masih jelas tersimpan di memori Karin. Semuanya berputar begitu saja. Karin berharap ini semua hanya mimpi buruk dan dia ingin segera bangun. Dia ingin kembali bersama ayah.

"Ini cuma mimpi." Karin mengusap kasar air matanya lalu berjalan kearah pintu. Dia ingin ke kamar ayah untuk memastikan bahwa ayah masih berada disana dan tersenyum kepadanya.

Sebelum Karin memutar kenop pintu, pintu lebih dulu dibuka dari luar oleh Gio.

"Kamu mau kemana, sayang?"

"Ke kamar ayah mas."

"Kamu istirahat aja disini ya. Mas temenin."

Karin menggeleng. "Aku mau ke kamar ayah. Aku mau mastiin kalau ayah masih ada di kamar."

Gio terdiam.

"Semua ini cuma mimpi kan mas? Ini semua cuma mimpi buruk aku. Iya kan mas?"

Karin sangat berharap Gio menjawab 'iya' atas pertanyaan yang dilontarkannya. Tapi Gio menggeleng yang artinya Karin tidak sedang bermimpi.

"Yuk istirahat." Gio merangkul Karin lalu membawanya keatas ranjang.

Karin kembali menangis. Gio hanya bisa memeluk istrinya itu. Mungkin dengan menangis, Karin bisa meluapkan rasa sakit dan emosinya.

Beberapa menit kemudian pintu kamar di ketuk oleh Rena. Setelah di persilahkan masuk, Rena meletakkan nampan berisi makan siang diatas meja.

"Terimakasih Ren."

"Sama-sama pak. Permisi." Rena berlalu meninggalkan kamar.

"Sayang, kita makan ya."

Karin menggeleng.

"Sedikit aja. Kamu butuh energi dan dari tadi kamu belum makan."

Lagi-lagi Karin menggeleng.

"Karin------"

"Aku nggak laper mas."

"Tapi----"

"Mas---" Karin menggeleng.

Gio mengalah lalu mengeratkan pelukannya. Membiarkan Karin menumpahkan semua air mata di dadanya.

Beberapa menit kemudian Gio merasakan nafas Karin teratur. Isak tangisnya juga tidak terdengar lagi. Karin tertidur di dalam pelukannya.

Dengan pelan Gio membaringkan tubuh Karin. Lalu menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut.

Gio menepis rambut yang menempel di wajah Karin. Rambut-rambut tersebut sebagian basah karena air mata. Jari-jari Gio mengusap jejak air mata yang masih tersisa di wajah putih sang istri.

"In Syaa Allah dibalik duka ini, Allah berikan kebaikan dan kebahagian untuk kamu dan keluarga kecil kita." Gumam Gio lalu mengecup kening Karin.

💮💮💮

-Delvi Silvia-

(NOT) DREAM MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang