Karin tersenyum melihat ayah yang sudah berada di meja makan. Wajah ayah terlihat lebih segar dan sehat dari sebelumnya. Karin yakin ayah pasti akan kembali sehat dan mereka akan selalu bersama sampai akhir hayat nanti.
"Ayah mau makan apa? Mau Karin pesenin?" Tanya Karin duduk di sisi kanan Dirga, sedangkan Gio yang duduk di sebelah kiri Dirga tersenyum melihatnya.
"Hmm ayah makan masakan bibi aja. Kasian kalau nggak kemakan. Kan mubazir."
Karin menggangguk. "Ayah makan buah dulu ya sebelum makan. Biar ayah sehat."
"Boleh. Ayah mau apel aja."
"Bentar ya yah. Karin kupasin."
"Emang kamu bisa?"
"Ha? Bi-bisa. Bisa lah yah." Jawab Karin ragu.
Dirga dan Gio saling pandang lalu keduanya mengulum senyum.
Karin mengambil satu buah apel diatas meja, lalu dia juga mengambil pisau. Karin sudah berancang-ancang untuk mengupas kulit apel, tapi dia masih ragu. Lebih tepatnya tidak tau caranya. Seumur-umur Karin tidak pernah mengupas buah-buahan. Karena biasanya sudah dilakukan oleh asisten rumah tangga.
"Bi..." Panggil Karin.
"Nggak usah panggil bibi. Sini mas aja yang ngupasin apelnya."
"Nggak apa-apa mas?"
Gio mengangguk. "Nggak apa-apa dong. Sini apelnya."
"Ini." Karin memberikan apel dan pisau yang berada di tangannya kepada Gio.
Dirga menggeleng lalu mengelus rambut Karin. "Kamu harus belajar ya, nak. Kamu sekarang udah jadi istri, sebentar lagi Insyaallah juga bakal jadi seorang ibu. Kamu harus bisa segalanya. Termasuk hal-hal simpel seperti itu."
"Iya ayah. Nanti Karin belajar."
"Ayah bahagia banget kamu nikah sama orang yang tepat. Jadi ayah nggak perlu khawatir lagi buat ninggalin kamu."
"Ayah ngomong apa sih." Rengek Karin tidak suka.
"Cepat atau lambat, mau nggak mau, ayah pasti akan pergi, sayang. Dan kalau pun waktunya ayah di panggil, ayah udah tenang. Putri ayah satu-satunya sudah di tangan laki-laki yang tepat. Laki-laki yang baik, dan Insyaallah laki-laki yang akan membawa kamu ke surga."
Karin bangkit dari duduknya lalu memeluk Ayah. "Ayah nggak boleh pergi. Ayah harus disini sama Karin. Sampai Karin tua. Titik."
Dirga terkekeh dan mengelus lengan anak semata wayangnya itu. "Aamiin. Semoga Allah kabulkan."
"Ini yah, buahnya." Gio menggeser piring kecil berisi apel yang telah di potongnya kepada Dirga.
"Terimakasih, Gio."
"Sama-sama, Yah."
*
Setelah makan malam, Dirga mengajak Gio untuk duduk di beranda depan rumah. Sedangkan Karin, diminta Dirga untuk membuatkan mereka teh.
"Ayah mau aku ambilkan jaket?" Tanya Gio ketika merasakan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya.
"Nggak usah Gio. Ayah nggak kedinginan kok."
Gio mengangguk sebagai jawaban.
"Gio, terimakasih ya sudah mencintai anak ayah dengan tulus. Ayah bisa lihat dari perlakuan kamu kepada Karin. Ayah sangat bahagia kamu memperlakukan Karin begitu lembut dan juga bijaksana. Meskipun Karin manja dan sifatnya masih kekanak-kanakan. Bahkan kadang egonya juga tinggi. Tapi kamu tetap sabar menghadapinya." Dirga memulai obrolan serius mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/211917942-288-k843638.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(NOT) DREAM MARRIAGE
Novela JuvenilBagaimana rasanya menjalani rumah tangga tanpa dilandasi rasa sayang dan cinta? Apakah saling bertahan atau saling melepaskan? Yuk baca dan ikuti kisah Gio dan Karin :) Happy reading💋 -DelviSilvia- ---- 3 Februari - 28 September 2021