Nb : Baca part sebelumnya terlebih dahulu.
Cause hampir sebulan aku nggak up cerita ini, but aku bersyukur kalau diantara kalian masih ada yang stay sama cerita ini.
Selamat membaca❤️
Terhitung sudah 10.080 menit manik mata indah itu setia menutup. Seolah ada dunia yang lebih membuatnya nyaman di dalam mimpinya. Seulas senyum tipis terbit pada bibir Hilda, wanita itu masih setia mengusap surai pekat putranya. Putranya sangat tampan meskipun sedang berada pada saat-saat seperti ini.
Namun senyum itu tak lama kemudian meredup. Raut wajah ibu dua anak itu muram seketika. Ketika matanya menangkap kehadiran sosok yang ia benci kemari. Hilda lantas bangkit dari duduknya, ia memberi ruang bebas untuk ayah dan anak itu. Hilda tak ingin egois, justru ketika ia semakin membenci maka akan semakin sakit pula yang ia rasakan.
"Kenapa selalu menghindar?" Satu pertanyaan pun lolos dari mulut pria paru baya itu.
Langkah Hilda terhenti. "Aku memberi kamu waktu untuk meminta maaf pada putraku, setelah itu keluarlah. Aku harap kamu masih punya rasa malu karena berani datang kemari." balas Hilda.
"Hilda, sampai kapan kita seperti ini?" tanya Delon lirih. Hilda bisa merasakan siratan kerapuhan dari mulut suaminya itu.
"Sampai kamu menceraikan ku." tandas Hilda.
Delon mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia berjalan mendekat ke arah wanita yang sangat dicintainya itu. Delon memohon dengan sangat, Delon tak bisa hidup tanpa Hilda. Delon tak ingin berpisah. Sungguh ia membenci bahkan mengutuk permintaan istrinya itu.
"Aku akan memperbaiki semuanya, Hilda. Aku berjanji. Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menerimaku lagi? Aku menyesal. Aku menyesal Hilda!"
"Penyesalan mu tidak mengubah keputusanku. Kita sudah dewasa, Delon. Sudah hampir 20 tahun umur pernikahan kita, tapi kamu memilih untuk memantik api dalam air."
Hilda berusaha mati-matian untuk menahan tangisnya, munafik jika Hilda tak merasakan sakit. Dadanya bahkan sudah terasa sesak sedari tadi.
"Enggak! Aku sendiri tidak tau, Hilda. Aku tidak tau jika selama ini Alin mengandung anakku. Aku tidak tau, itu sudah terjadi sangat lama. A-aku khilaf malam itu. Aku bersumpah aku tidak berselingkuh di belakangmu, itu terjadi sebelum hari pernikahan kita. I-itu ka-karena aku mabuk. Aku tak sadar."
Delon menggenggam erat kedua tangan istrinya itu. Ia mengusap dengan tulus buku-buku jari milik Hilda. Bagaimana mungkin Delon bisa hidup tanpa Hilda? Sementara ia sudah menghabiskan separuh umurnya bersama dengan wanita itu?
"Tidak ada gunanya memohon lagi Pa, ayo kita pergi!" Dengan lancang Flawra masuk ke dalam ruang rawat Oxy dan langsung mengajak pria yang berstatus sebagai ayahnya itu untuk pergi dari tempat itu.
Mendengar itu hati Hilda semakin berdenyut sakit. Hilda mendongakkan kepalanya ke atas, menatap pedih langit-langit ruang bernuansa putih itu. Akhirnya Hilda tak mampu lagi membendung air matanya, Hilda menangis lagi.
Hilda merasa terpukul, mendengar fakta bahwa suaminya memiliki keluarga lain selain dengannya. Hilda hancur. Apalagi Delon sampai memiliki seorang putri yang sama dewasanya dengan putranya sendiri. Bagaimana Hilda mampu meredam rasa kecewa Oxy nantinya? Mampu kah ia?
"Hil-"
"Pergilah, anak dan istrimu menunggumu. Kita baik-baik saja." putus Hilda dengan bibir bergetar.
Tidak. Delon tak kuat lagi dengan semua ini. Delon tidak bisa melihat istrinya serapuh ini. Lantas ia langsung memeluk tubuh ringkih wanitanya.
Hilda semakin terisak didekapnya. Hilda tak sanggup jika harus berbagi dengan wanita lain, Hilda tak mau. Tapi Hilda juga tak ingin egois, semua sudah berbeda sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
OxyLeon
Teen FictionTerbangun dari masa koma dan kembali melihat megahnya dunia, bahagia itu lah yang dirasakan oleh Cemara. Gadis cantik pengidap kanker darah itu harus menelan kenyataan pahit, ketika harapannya terbangun dari masa koma ia bisa melihat seseorang yang...