12. Awal

493 165 12
                                    

"Eh lo balik bareng siapa?" Tanya Viola kepada Cemara.

"Bareng Gemini, soalnya mau nginep di rumah." Jawabnya sembari memasukan buku-buku pelajaran kedalam ranselnya. Ia sudah tak sabar akan menonton drakor sampai pagi dengan sahabatnya itu.

"Gue ikutan dong!" Ucap Shila dengan antusias.

"Bukannya tadi lo mau kencan sama si Raka?" Tanya Gemi.

"Eh iya lupa!" Shila menepuk dahinya.

"Beruntung." Gumam Ara lirih.

"Hah, gimana ra?" Tanya Shila.

"Bukan apa-apa, yaudah besok kan masih bisa nginep kerumah gue, Vio ikutan juga ya. Nanti kita mukbang banyak-banyak!"

"Mmm boleh deh, entar gue ijin sama m
Mommy dulu." Ucap Vio.

"Kita balik dulu ya, bye." Vio dan shila melambaikan tangan kepada Ara dan juga Gemi.

"Balik yuk!" Cemara menggandeng tangan sahabatnya itu, mereka berjalan santai melewati koridor sekolah. Sesekali mereka tertawa dengan apa yang mereka bicarakan.

Terkadang Cemara juga merasa kesepian saat kedua orangtuanya pergi bekerja keluar kota. Tapi ia tak boleh egois, mereka melakukan itu demi dirinya sendiri. Apalagi dengan kondisi Cemara yang semakin memburuk, pengobatan Cemara juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ya, meskipun bisa dibilang keluarga Cemara mampu.

*****

Sudah lama remaja tampan itu tidak memijakan kakinya ditempat megah ini, satu-satunya pewaris tunggal HG Groups itu bahkan tidak akan pernah memijakan kakinya disini bila tidak ada sesuatu yang mendesak. Ia lebih memilih tinggal sendiri.

"Selamat datang tuan muda." Sambut Mark. Orang kepercayaan keluarga itu.

Perlahan ia melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah yang memberi banyak kenangan pahit itu. Seketika ingatan tentang masalalu berputar diotaknya.

Sejak ia memijakkan kakinya di Indonesia, memang sudah banyak yang berubah di rumah megah ini. Jika dua belas tahun lalu dinding rumah ini selalu di penuhi dengan hasil potretan, maka sekarang tak ada yang tersisa satu pun. Mungkin pemilik rumah ini sudah membuangnya.

Ia membuka knop pintu kamar wanita pertama yang ia cintai. Jujur dirinya pun tak tega jika harus meninggalkan wanita itu, tapi sepertinya keluarga ini juga tak menginginkan kehadirannya.

"Ma." Oxy berjalan mendekati ibunya yang tengah terbaring lemah di tempat tidurnya. Ya, beberapa hari ini Hilda mengalami demam tetapi ia tak mau jika harus dibawa ke rumah sakit.

"Sayang?" Hilda memeluk putra semata wayangnya itu, ia benar-benar merindukan anaknya.

"Apa suami Mama tidak merawat Mama dengan baik?" Oxy bertanya dengan bahasa formalnya.

"Bukan begitu nak, tentu saja Papamu merawat mama dengan baik. Mama mengkhawatirkanmu beberapa hari ini, kamu masih marah?" Hilda mengusap rahang tegas putranya. Ia masih merindukan putranya.

Berpisah dengan anak kandungnya sendiri selama kurang lebih dua belas tahun lamanya, itu sangat menyakitkan. Hari-hari nya di penuhi dengan rasa ke khawatiran yang begitu mendalam. Ia memikirkan putranya, apakah Oxy bisa tertidur tanpanya? Apakah Oxy sudah makan dengan teratur? Apakah Oxy menangis? Sungguh miris, ia tak menyangka dengan apa yang terjadi pada keluarganya sendiri.

OxyLeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang