33. Ujian kenaikan kelas

397 65 3
                                    

Cemara mendongak menatap langit malam yang terang disinari sang purnama, juga dihiasi dengan ribuan kilauan bintang diatas sana. Ia bersedekap dada sesekali mengusap lengan tanpa balutan kain karena dinginnya malam seolah memeluknya erat-erat kali ini. Cemara memejamkan matanya, menikmati terpaan angin yang merengkuh tubuhnya, andai hidupnya setenang ini. Cemara hanya berandai, jika pun hidupnya tidak setenang ini, tak apa. Inilah yang namanya takdir, permainan Tuhan. Tuhan sudah menyiapkan ending yang terbaik di setiap akhir kisah yang dilalui setiap insan, entah itu bahagia atau justru sebaliknya.

Cemara tak bergeming, ia masih nyaman memejamkan matanya sampai ia terlonjak kaget ketika balutan kain memeluknya dari belakang. Ya, Oxy memasangkan kemejanya pada gadis yang nampak kedinginan itu. Menyisakan Oxy yang hanya mengenakan kaos oblong putihnya.

"Mau pulang?"

Cemara mengangguk, untuk apa berlama-lama disini. Lagi pula, ibunya sudah memperingati untuk tidak pulang larut malam.

Lantas Oxy langsung merangkul pinggang gadis itu sembari berjalan menuju tempat mobilnya terparkir. Sesekali Cemara mencuri pandang melirik wajah laki-laki jangkung di sampingnya.

"Lapar nggak?" tanya Oxy.

"Masih kenyang, mending kita ke rumah kamu aja yuk. Ara kangen masakan Mama." mata Cemara berbinar mengingat rasa makanan buatan Ibu Oxy, selalu menggiurkan.

Oxy terdiam di tempatnya, padahal ia sudah menyalakan mesin mobil, namun enggan untuk menjalankan mobil tersebut. Oxy teringat lagi pada kejadian beberapa hari yang lalu. Dimana hari itu benar-benar menjadi hari terburuk untuknya, perasaan marah, benci, kecewa dan sakit melebur jadi satu. Setelah kejadian dihari itu, kehidupan Oxy semakin tak terarah. Psikisnya semakin memburuk, ia bahkan tidak bisa mengontrol dirinya lagi.

Bagi orang yang mengalami penyakit mental, otak mereka berubah sedemikian rupa sehingga mereka kesulitan untuk berpikir, merasakan, atau bertindak dengan cara yang mereka inginkan. Bagi beberapa orang, kondisi ini dapat mengubah suasana hati menjadi perasaan yang ekstrem dan tidak terduga, seperti merasa sedih atau khawatir yang berlebihan dari biasanya.

Mental illnes, kebanyakan orang yang tidak mengetahui gangguan mental tersebut akan menganggap bahwa si penderita itu mengalami kesurupan atau bahkan banyak orang menganggap mereka sebagai orang gila.

Seperti saat ini, mendadak Oxy dilanda kebingungan ketika Cemara mengatakan bahwa gadis itu ingin pergi ke rumahnya. Oxy pun sama, ia juga merindukan Ibunya, tapi sayang, ia tidak bisa bertindak apa-apa.

"Oxy!" perlahan tangan Cemara terulur menyentuh bahu laki-laki disampingnya.

Oxy tak bergeming, ia tetap terdiam dengan lamunannya. "Hello, kamu nggak papa?" kemudian Cemara melambaikan tangannya di depan wajah Oxy.

"Oxy! Kamu kenapa?"

Oxy tersentak kaget, ketika Cemara menyebutkan namanya dengan berteriak. Padahal jarak mereka sangat dekat, tidak perlu berteriak.

"H-hah? Apa, kenapa?"

"Are you okay?"

Oxy mengangguk ringan. Ia mengusap gusar wajahnya, semoga saja ia bisa mengontrol dirinya. Jangan sampai ia kelepasan seperti kemarin.

"I know you not okay, mau cerita?"

"Aku nggak papa kok." Oxy tersenyum ke arah Cemara, meyakinkan gadisnya bahwa ia baik-baik saja.

"Yaudah, kita langsung ke rumah kamu aja. Kamu juga capek kan?"

Oxy menghela nafasnya sejenak, kemudian ia melajukan mobilnya sesuai dengan permintaan gadisnya. Andai Cemara tahu yang sebenarnya. Sesekali Oxy melirik kesamping, diperhatikannya wajah cantik gadis yang akhirnya mampu meluluhkan hatinya.

OxyLeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang