Kita Butuh Bicara

1.5K 166 4
                                    

🎵🎵Bicara - TheOvertunes🎵🎵

Di ruangan saturnus nomor 12, Nanon sudah berhenti menangis. Dirinya hanya diam sedari tadi dan memalingkan pandangannya ke luar jendela. Banyak hal yang merasuki pikirannya. Ketika masalah satu selesai, masalah yang lain terus berdatangan. Membuat hati dan pikirannya sangat lelah. Ia ingin sekali hidup tanpa masalah, bahkan di hari-hari terakhirnya. Tapi, bisakah manusia hidup tanpa masalah? Nanon tak tau, jika tidak bisa, ia ingin Tuhan bersimpati padanya dan tidak memberikannya masalah dulu sebelum dirinya Tuhan panggil. Ia ingin menikmati akhir-akhir hidupnya dengan tenang.

"Sayang, minum air putih dulu." Kaew membuyarkan lamunannya dan memberikan segelas air putih pada Nanon.

"Makasih, bunda." Nanon menerima gelas itu dan meminumnya perlahan. Setelah itu ia memberikannya kembali pada Kaew. Dia pun menaruhnya di meja sebelah kasur Nanon.

"Sayang, bunda mau ambil obat kamu dulu, ya," ujar Kaew sambil mengusap rambut Nanon. Nanon mengangguk dan tersenyum kecil.

"Titip Nanon sebentar ya, Marc," ujar Kaew pada Marc yang sedari tadi masih di sini.

"Iya, bunda." Kaew pun pergi dari sana dan meninggalkan Nanon bersama Marc.

Marc berjalan menghampiri Nanon. Ia melihat pria itu terus mengalihkan pandangannya dari Marc.

"Hei, maaf ya udah buat kamu nangis kayak tadi," ujar Marc memulai pembicaraan mereka. Nanon menatap mata Marc lekat. Siapa yang tidak bisa mencintai Marc, pria baik hati yang bahkan mau meminta maaf padahal itu bukan seutuhnya salah dia. Tentu saja Nanon adalah orangnya, seberapa keras hati Nanon mencoba untuk mencintai pria itu, hatinya tetap tak bisa. Ia terlalu mencinta Ohm Pawat sehingga tidak bisa membuka hati untuk orang lain.

"Bukan sepenuhnya salah kamu, Marc. Akunya aja yang tadi lagi pengen nangis," ujar Nanon.

"Nangis karena lihat, Ohm? Kamu rindu dia, kan?" Pertanyaan Marc itu berhasil membuat Nanon terdiam dan tak berani berkata apapun lagi.

"Gapapa. Kalian udah sahabatan lama, wajar saling merindukan dan khawatir satu sama lain," ujar Marc sambil tersenyum dan mengusap lembut rambut Nanon. Nanon hanya bisa tersenyum kecil. Dalam hati kecilnya, ia tak enak dengan Marc.

Tring. Tring. Tring.

Suara ponsel Marc. Ponselnya berdering menandakan ada yang menelponnya. Marc merogoh sakunya dan mengambil ponselnya. Ia mendapati sebuah panggilan di sana. Dari Win. Marc tak langsung menjawabnya, ia terdiam sejenak sambil menatap ponselnya.

"Kenapa Marc? Kok ga diangkat? Emangnya dari siapa?" tanya Nanon penasaran dengan siapa yang menelpon Marc dan membuat raut wajah pria itu berubah ketika melihat ponselnya.

"Dari Win," ujar Marc singkat sambil menatap Nanon.

"Angkat gih," suruh Nanon sambil tersenyum kecil. Marc menatap Nanon lama. Dan akhirnya ia memutuskan untuk mengangkat panggilan Win itu. Ia sedikit menjauh dari sana dan mengangkatnya.

Nanon tersenyum melihat Marc mengangkat panggilan itu. Ia bukanlah seseorang yang pantas dicintai oleh pria sebaik Marc. Ada orang lain yang bisa mencintai Marc dengan tulus diluar sana. Dan Nanon yakin orang itu adalah Win. Lambat laun mungkin Marc bisa menyadari perasaanya dan kembali pada Win.

"Halo, Marc," ujar seseorang dari seberang panggilan.

"Iya, ada apa?"

"Kamu di mana? Aku lagi di rumah kamu, tapi kata orang rumah kamu ga ada." Marc kaget mengetahui Win sedang berada di rumahnya.

"Lo ngapain ke rumah gue?" tanya Marc sambil sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Mau ketemu kamu. Sekalian mau belajar masak," ujar Win santai. Marc tak habis pikir dengan Win. Apa yang mau dilakukan pria itu? Membuat Marc mencintai Win lagi? Setelah semua yang diperbuatnya selama ini? Awalnya Marc senang bertemu dengan Win lagi. Tapi ia takut kejadian yang terjadi sebelumnya menimpa ia lagi dan membuatnya menerima rasa sakit itu.

[OhmNanon]•FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang