CHAPTER 17

1.2K 80 8
                                    

Jangan lupa diputer ya lagunya sembari baca part ini. Terima kasih 🤍

Sejak kejadian tiga hari lalu saat Giselle mengajaknya makan bersama, Selene sekarang selalu mendapatkan tatapan sinis dan cibiran dari pekerja-pekerja lainnya yang dia tahu itu semua ditujukan kepadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kejadian tiga hari lalu saat Giselle mengajaknya makan bersama, Selene sekarang selalu mendapatkan tatapan sinis dan cibiran dari pekerja-pekerja lainnya yang dia tahu itu semua ditujukan kepadanya.

"Gue mah kerja ya. Nggak kayak satu orang di sini yang kerjaannya suka males-malesan." Seperti sekarang ini, ketika salah satu pekerja wanita menyindirnya terang-terangan.

Tangan Selene terus mencuci piring beserta peralatan makan lainnya. "Nggak ada waktu buat santai-santai. Masih banyak piring yang lo harus cuci." Wajahnya tetap datar saat seorang pekerja wanita membawa setumpuk piring kotor kepadanya.

Selene menerima semuanya tanpa membuka mulut atau mengeluh sedikit pun. Kulitnya mulai mengerut saat air tidak berhenti mengucurinya sejak satu jam yang lalu. Tapi bukannya habis, malah semakin bertambah banyak. Selene melirik sekitarnya sekilas, lalu menghela dalam hati ketika mereka semua memang sengaja memberikan semua peralatan makanan kotor itu untuk dia kerjakan sendiri.

Tapi Selene hanya terdiam tanpa mengaduh atau mengajukan protes. Karena yang perlu dia lakukan sekarang hanyalah terus mencuci piring sampai selesai supaya bisa pulang.

Dan hal itu berjalan sampai pukul setengah dua belas malam. Selene mengunci restoran tempat dia bekerja sambil membawa sebuah kantungan di tangannya.

Dia berjalan hendak pulang ke rumah sambil berjalan kaki. Untungnya jarak rumah lama Ryan dan restoran tempat dia bekerja hanya memakan waktu sekitar lima belas menit jika Selene berjalan kaki.

Tangan Selene mengeratkan cardigan kuningnya lalu segera berjalan secepat mungkin. Suasana di sekitarnya hening ditemani oleh langit yang lebih gelap dari biasanya. Hanya ada suara jangkrik yang sesekali bersuara di tengah keheningan.

Pandangan Selene terus tertuju ke depan, datar, dan lelah. Tapi tiba-tiba kira-kira lima meter di depannya, ada sebuah pasang kaki yang berhenti di sana. Selene berhenti melangkah. Tatapannya terangkat ke atas kepada seorang pria bertubuh besar yang sedang bersedekap.

Tatapannya masih datar, tapi secepat kilat, dia langsung membalikkan tubuh dan berjalan dua kali lipat lebih cepat dari sebelumnya.

"Berhenti di sana." Selene tidak menghiraukannya. Dia terus berjalan, bahkan sekarang mulai berlari kecil menjauhi pria itu.

Tapi masalahnya dia adalah Selene, manusia yang tidak pernah merasakan keadilan seumur hidupnya. Dengan mudah pria itu mendapatkannya lalu memaksanya untuk berhenti.

"Gue dateng ke rumah lo minggu kemarin, tapi lo nggak ada di sana. Beruntung gue masih inget tempat lo bekerja."

Selene hanya menatapnya datar. Dia mengenali pria besar ini. Thomas sempat berhutang padanya, dan Selene harus membayar semuanya. Selama setahun terakhir, pria ini memang selalu mengejarnya ke mana-mana, serta menagihnya untuk melinasi semua hutang Thomas yang terhitung sangat besar baginya itu.

Meaning of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang