CHAPTER 30

2.4K 107 25
                                    

Silakan diputar lagunya sembari baca part ini ya. Terima kasih. 🤍

Malam itu, Selene berbaring di kasur kamar Ryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu, Selene berbaring di kasur kamar Ryan. Keduanya terbaring di atas kasur itu dengan punggung yang saling memunggungi.

Selene mendengar suara Ryan yang sedang membalikkan tubuhnya. Tubuhnya sedikit menegang ketika pria itu tiba-tiba melingkarkan tangannya di perutnya sambil mengecup lehernya dari belakang. "Belum tidur, hmmm?"

Selene tidak membalas walaupun dia dalam keadaan sadar. Tapi beberapa detik kemudian, dia membalikkan tubuhnya dan langsung mendapati wajah Ryan di sana.

Wajah pria yang sangat dia cintai. Wajah pria yang sudah mengisi hatinya selama delapan tahun terakhir.

Lantas wanita itu memaksakan diri untuk tersenyum samar. "Kamu juga belum tidur."

Ryan tersenyum tipis, lalu dia membalikkan posisi menjadi terlentang. Ryan memanjangkan tangannya, menyuruh Selene untuk menjadikannya sebagai bantal. Kedua sejoli itu lantas terlentang sambil menatap atap kamar bersama-sama. "Kamu tau, Lin?" Selene menoleh pada Ryan dan menatapnya dalam diam. "Setelah sekian lama, aku baru tau perbedaan kamu dan Giselle."

Jantung Selene mulai berdetak kencang begitu mendengar nama Giselle. "Kalau Giselle adalah bintang yang sangat terang, maka kamu adalah bulannya."

"...."

"Semua orang sibuk mencari-cari bintang. Sampai-sampai, mereka lupa kalau ada bulan di sana. Mereka terlalu sibuk menghitung bintang-bintang di langit, lupa kalau hanya ada satu bulan di sana. Mereka terlalu menganggumi langit dan fokus pada bintang-bintang di sana. Lupa, kalau bulan juga membantu menerangi langit."

Selene memandangi Ryan tanpa berkedip. "Giselle cantik, pintar, kaya. Semua dia miliki." Ryan menoleh pada Selene, dan mulai menghadapkan tubuhnya lagi pada wanita itu. "Dia adalah pusatnya, dan kamu rela untuk sekedar menjadi bayangannya."

Jari-jari Ryan menyingkirkan rambut Selene lalu memeluk wanita itu erat. Dia membenamkam kepala Selene di dadanya, dan memejamkan kedua mata. "Jadi jangan pernah meminta permintaan seperti itu lagi."

"Apa kamu nggak pernah merasa bersalah sama Kak Giselle?" Selene akhirnya bersuara. "Sedikit pun, Ry. Apa kamu nggak pernah merasa bersalah?"

"Entahlah." Ryan terdiam sejenak. "Aku mencintai Giselle tapi aku juga nggak mau kehilangan kamu."

Selene refleks langsung tersenyum pahit. "Kalau kamu?"

"Kamu pernah merasa bersalah juga?"

"Sekarang pun aku merasa bersalah sama Kak Giselle."

"Tapi, Lin." Ryan mendekatkan tubuhnya pada Selene. Tangannya menjulur mengusap perut wanita itu lembut. "Ada anak kita di sini," bisiknya pelan.

"Tapi tetap saja, Ryan...." lirih Selene pelan. "Semua ini salah."

"Kamu sayang anak kamu kan?"

Selene mengangguk, dan Ryan semakin mengeratkan pelukannya. "Kalau begitu jangan membantah lagi."

"Tapiㅡ"

"Sudah. Ayo tidur sekarang."

Selene menunduk, dan saat itu tatapannya jatuh pada benda berkilauan yang melingkari jari manis Ryan. Kedua matanya memejam, tersenyum pahit, paham betul mengenai siapa yang sebenarnya Ryan cintai di antara mereka berdua.

...

Setelah memastikan Selene tertidur, Ryan perlahan juga ikut tertidur. Dia memejamkan kedua matanya, tapi beberapa menit kemudian bel rumah berbunyi berkali-kali.

Ryan langsung membuka mata, meringis kecil dengan suara bel yang sangat memekakkan itu. Tatapannya jatuh pada Selene yang sudah memejamkan kedua mata, terlihat masih sangat pulas.

Lantas dia tersenyum tipis dan segera bangkit dari kasur. Sebelum meninggalkan kamar itu, dia menghampiri Selene terlebih dahulu, memperbaiki selimutnya dan mengecup dahi wanita itu cepat.

Setelahnya Ryan langsung ke luar dari kamar merasa tak sabar untuk melihat dalang dari siapa yang menekan belnya dengan sangat brutal itu.

Dia membuka pintu, dan tertegun ketika mendapati Giselle yang tengah berdiri di depan pagar rumahnya sambil bersedekap.

Ryan membeku di tempat. Aliran darahnya langsung berhenti mengalir. Kedua matanya membulat seakan-akan sebentar lagi akan loncat dari tempatnya.

"Jadi benar," gumam Giselle sinis.

Tatapannya menatap Ryan tak percaya lalu dia segera menggeleng berkali-kali. Satu tetes air mata jatuh, dan Giselle langsung menghapusnya cepat. "Sel, Giselle!" Ryan langsung berteriak sembari berlari menghampiri pagar ketika Giselle berbalik dan masuk ke mobilnya.

Dengan jantung yang berdentuman Ryan membuka gembok pagarnya susah payah, dan ketika berhasil, ternyata semuanya sudah terlambat. Mobil Giselle sudah menghilang dari pandangannya.

Ryan langsung kelabakan. Berbagai skenario langsung berputar di otaknya, memikirkan apa yang sebentar lagi akan terjadi pada rumah tangga kecilnya.

Cepat, pria itu membuka mobilnya sendiri dan segera melaju ke rumahnya yang sebenarnya, rumahnya bersama Giselle.

Di balik semua itu, Selene sebenarnya belum tertidur. Matanya hanya terpejam tapi dia belum sungguh-sungguh masuk ke alam mimpi.

Selene memaksakan diri untuk bisa tersenyum samar walaupun selanjutnya air matanya mulai bercucuran tanpa henti.

Air mata itu berubah kian deras, menjatuhi sprei Ryan. Malam itu, Selene menghabiskan waktu untuk menangisi nasibnya yang begitu sial.

Menangisi kenapa dia harus mencintai seorang pria yang sangat egois. Menangisi kenapa dia harus tergila-gila pada seorang pria brengsek.

Selene meringkuk di atas kasur seperti anak kecil, seraya memukul dadanya berkali-kali. Meminta agar sesak itu segera ke luar dari sana.

Karena atas apapun yang terjadi, Selene tetap harus mengembalikan hadiah yang sudah dia rebut dari Giselle.

Selene mengembalikan hadiah yang dia rebut kepada pemiliknya kembali.

Karena dia sendiri tahu, dari awal, dia tidak pernah menjadi pemiliknya. Jadi bagaimana dia bisa merebut sesuatu yang bahkan bukan miliknya sendiri?

Hatinya terasa sakit walaupun dia sudah menduga ending ceritanya. Pria itu tidak akan pernah memilihnya. Tujuh tahun yang lalu atau sekarang, Ryan tidak akan pernah memilihnya.

Karena dia hanyalah bayang-bayang Giselle.

Dan seharusnya bayang-bayang tidak boleh bersinar lebih terang dari pusatnya.

Di akhir cerita, walaupun Selene pernah merebut hadiah yang pernah dia berikan, namun pada akhirnya dia tetap akan mengembalikannya.

...

Maaf pendek. Oh ya. Hari ini aku cuma satu kali aja ya updatenya.

 Hari ini aku cuma satu kali aja ya updatenya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Meaning of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang