Satu minggu sudah berlalu dan Giselle masih setia mengurung diri di rumahnya. Ryan berkali-kali mencoba untuk masuk ke dalam dan berusaha untuk bertemu Giselle tapi Pak Satpam sudah tidak mengizinkannya lagi. Tentu saja Giselle yang menyuruhnya. Bisa gila dia kalau harus terus melihat Ryan dengan hati yang belum membaik seratus persen.
Sebenarnya bukan Ryan saja yang tidak diizinkan untuk masuk ke rumah. Giselle menyuruh Pak Satpam untuk tidak membukakan pagar bagi siapapun yang ingin masuk. Giselle hanya butuh waktu sendiri dengan mengurung dirinya sendiri di rumah.
Dia duduk termenung di depan televisi. Televisi memang menyala tapi tidak dengan pikiran dan hatinya yang sedang berkelana entah ke mana.
Tubuhnya kini menjadi semakin kurus mengingat kalau dia jadi malas makan. Kedua matanya tidak lagi memancarkan percik binar bahagia. Hanya ada kehampaan dan kekosongan di sana. Yang bisa membuat Giselle bertahan hanyalah Max. Hanya Max.
Tanpa sadar air matanya menetes lagi, tak bisa percaya kalau rumah tangganya ternyata akan berakhir sehancur ini. Giselle menundukkan kepala, mulai menangis terisak dengan bahu yang bergoncang hebat.
Sudah tidak bisa dihitung lagi seberapa seringnya dia menangis menggeru-nggeru di rumahnya dalam satu hari.
Kenapa, hanya kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi kepadanya?
Lalu matanya melirik sebuah benda putih bergaris dua merah di atas meja datar. Tangisannya langsung berubah semakin kencang, menangisi nasibnya sendiri. Kenapa juga dia harus merasakan semua ini? Kenapa juga kehamilan itu harus datang di saat-saat seperti ini?
Beberapa hari yang lalu tepatnya dua hari setelah dia meminta pisah dengan Ryan, Giselle merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya. Perutnya mual, kepalanya pusing, dan tubuhnya sering lemas sendiri. Awalnya Giselle mengira kalau itu semua terjadi karena dia yang selalu telat dan melewati jam makan. Tapi, Giselle tiba-tiba menyadari sesuatu. Kalau dia ternyata sudah dua minggu telat datang bulan.
Saat itu tubuhnya bergetar hebat ketika menyentuh hasil test packnya. Lalu ketika sebuah dua garis muncul di sana, tangisannya langsung pecah. Dia hamil. Dia mengandung anak pria itu lagi.
Giselle menyandarkan tubuh pada sofa lalu memejamkan kedua mata, merasa lelah dengan hidupnya sendiri. Ponselnya tiba-tiba bergetar dan Giselle sama sekali tidak memiliki niat untuk mengambilnya.
Tapi benda itu terus bergetar seolah-olah menginginkannya untuk segera diangkat. Dengan malas, Giselle melirik nama yang tertera di layar.
Selene.
Sebuah senyum sinis langsung tersungging di wajahnya. Dia tidak tahu selama seminggu terakhir Ryan tidur di mana. Dia juga sama sekali tidak mau mencari tahu.
Ponselnya berhenti berbunyi. Lalu beberapa detik kemudian, benda pipih itu bergetar pelan menandakan ada sebuah pesan yang masuk.
Selene:
Gue ada di depan rumah lo. Please biarin gue masuk. Setelah ini, gue janji gue nggak akan muncul di depan kalian lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meaning of You
Romance[Completed] Giselle selalu menganggap kalau keluarga kecilnya adalah keluarga yang sangat sempurna. Tidak ada yang membuatnya lebih bahagia daripada berkumpul bersama keluarga yang sangat dia sayangi. Tapi berbagai keanehan yang berujung pada peruba...