/1/
Hari ini kaki divonis haram mengembara, bus dibesituakan dilarang bawa penumpang selain sunyi, anak sopir tunggui langit menghibah kenyang sedang si istri khusyuk mengudap asam lambung.
Hari ini pula bandara bersolek karpet merah, kecentilan ingin mencumbu alas sepatu warga negara tetangga yang hendak cari nasi di republik yang dapur rakyatnya berlauk angin.
/2/
Minggu ini paripurna sudah sepi dihibah kuburan ke gedung sekolah yang selusin bulan lebih bosan tonton gembok kawini pintu gerbang manakala kelas menjelma suaka bagi setan tunawisma.
Minggu ini juga diskotek gelar griya kepada pemabuk agar khusyuk dalam ibadah sempoyongannya dengan kubangan muntah sebagai derma lambung menjadi air sembahyang pembasuh tubuh.
Dan minggu ini juga desah sundal kian semarak kawin dengan erang si tamu, berdaulat atas malam. Rumah bordil tak pernah disatroni sepi, pandemi sekadar mencerai sekolah dari intelegensi.
/3/
Bulan ini usus mesti ikhlas berpisah dari nasi sebab bapak sekadar umat marhaen tak penting disepak manakala menetas hari genting tak peduli walau sudah berabad menjadi rodi.
Bulan ini pula ramai orang bersendawa sebab perut sarat bayi lobster dan dana peringan bencana. Bulan ini proletar negeri jauh tiba mencari nasi disambut sedang kaum sendiri ususnya disemayami sepi.
/4/
Tahun ini aku menjadi kudapan wabah sekarat dengan paru-paru dilubangi virus dan badan kurus layu tak terurus dihajar titah orang tinggi yang tak becus.
Mayatku dan bangkai anjing yang serempak sekarat di samping menjadi camilan lalat kolong jembatan dikangkangi mobil ahli istana yang hadiri pesta nikah sebagai prioritas negara yang final haram dibantah.
Dalam sunyi barzah otak yang dikunyah belatung mengingat hamburan ludah dari sabda tuan pejabat bahwa nasi kucing dan hari terik bakal membuat pandemi minggat tak berkutik.
15/5/2021