Dalam isi rusuk yang terpencil dari udara barangkali bunda suruh kami agar tak asing dari dosa purba yang menggilas paru-paru miliknya hingga zat asam arang membangun singgasana di udara.
Dalam duka menjenguk karib yang badannya habis dimakan sesak barangkali bunda suruh mengenang tubuhnya yang terpencil dari hormat sementara khusyuk ia kami cabik demi panen pusaka tanah.
Dalam dada yang diremuk nyeri mungkin saja bunda mengiba sadar kami supaya obati tubuhnya yang dirajam kerontang serta wajah penuh bopeng selepas batu-bara kami bawa pulang.
Dalam masa depan murung bagi anak bangsa sebab terasing dari ruang kelas bunda bangunkan kami dari serakah memburu si bungsu: harimau dibuat punah, gajah dibedil, padma langka diambil.
Kami bersunyi dalam sekat hitung hari kekalahan dengan badan disantap batuk. Barangkali bunda suruh kami mengingat tubuhnya yang ringkih berabad terkurung tol dan hotel.
Bunda di pembaringan menunggu pemghabisan sekarat derma sepasang tangan kami yang menjelma virus rakus membuat alam mampus.
XIV/XI/MMXX