Suaraku adalah sajak sumbang berinduk pada lidah kelu proletar dan berdiri menentang bentengmu. Suaraku bukan puja lagi puji. Getar pita suaranya adalah kritik yang beresonansi.
Bagaimana mungkin kau bisa menjahit mulutku dan menyorder pita suara sementara sajak-sajakku merdeka di udara dan hidup di satu keabadian manusia Indonesia?
Suaraku tetap bait-bait perang bagi ahlu lelap yang lambungnya disesaki nasi sebagai upeti dari proletar yang asing dengan gizi.
Pak Tua kau hanya melebami tubuhku sementara nyanyiku hidup seribu tahun pada proletar yang tinggikan tinju.
14/2/2021