Hawar dan Litani Sepotong Kredo

21 3 0
                                    

Katakan saja kami bangsa cengeng
yang bola matanya
keranjingan kencingi pusara ibu.
Katakan saja sementara kami
tengah meminang restu
biar kelak khusyuk
menyetiai gerilya di sepenjuru
dan seumpama nanti
wabah resmi mengudap paru-paru
bunda telah restui kami
sebagai jabang maha punca
dicerai hawar dari rahim lalu
bermanunggal lagi dalam baka.
        
Serapahi saja kami republik pemalas
sebagai belulang yang taat
dipasung dinding kamar
sembari khatami sepi
bersama tungau-tungau kasur.
Serapahi saja
sedang tadi istirahat terakhir kami
sebelum besok menjajah langit
dengan kibar-kibar panji
juga lusa saat republik
melanggengkan tegak kepala
selepas dua lusin bulan
murbanya rimbuni napas
menyelimpat dari wabah yang candu
memalak isi paru-paru.
       
Jenamai saja kami manusia pengecut
yang terpencil dari memantati
firman-firman keraton
menggauli senyap di gubuk
masing-masing.
Jenamai saja sedang kami
menitip baiat ke ruang rapat
biar nanti almamater leluasa
sodorkan lagi ampera
ke daun pintu istana,
relikui dua tahun menggauli sepi.
        
Senggaki saja kami kabilah bengal
candu menyamun ayat demi ayat
di seribu rak buku sedang kelas
tempat berbiaknya jarahan tadi
oleh gembok dijadikan jerumun
bagi setan beranak bini.
Senggaki saja sedang kami
menunda jarum jam evolusi
berkhianat kepada lingkar
batok-batok kepala.
        
Cibiri saja kami puak paria
tunak menganyam sesenggukan
dari sepasang kutub mata.
Cibir saja sebab kami memang paria
berpusaka dua bola mata
sebagai hulu air sembahyang
kala sajadah dipaku ke jangat Bumi
selepas mengimani ikhtiar
dalam kulminasi hawar
sembari mengkhatam mantra,
bahwa bersama kesulitan
menderas kemudahan.
      
      
       
        
      
      
        
13/7/2021

Manuskrip Rumah ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang