I
Narkoba, narkoba, narkoba.
Aku terpaksa, aku terpaksa, aku terpaksa menjual tubuhku kepadamu di dunia tanpa sukma dan welas asih ini. Aku terpaksa menderma jiwaku kepadamu di dunia yang apatis ria.
Aku terpaksa melego ragaku kepadamu karena orangtua yang selalu beradu dan berseteru. Aku terpaksa menggadai badanku kepadamu karena guru-guru yang apatis ria saat aku sekarat dirundung di depan matanya. Aku terpaksa mengobral jasadku kepadamu karena dunia hanya abai, hanya menderma hitam. Aku terpaksa karena masyarakat lalai sekadar menjajakan stigma kelam.
II
Narkoba, narkoba, narkoba.
Sungguh tak ada niatan aku berkarib denganmu, tapi masyarakat abai. Tak ada pikiran aku ingin melebur bersamamu, tapi orangtua usai. Tak ada hasrat ingin bersatu denganmu, tapi dunia lalai.
Aku terpaksa menjadi budakmu karena semua buta, semua tuli, semua bisu, semua berapatis ria. Aku terpaksa menjadi budakmu karena semua telah tercongkel matanya hingga tak mampu melihat, telah terpotong telinganya hingga tak mampu mendengar, telah terjahit mulutnya hingga tak mampu berucap dharma. Aku terpaksa menjadi hamba sahayamu karena semua hanya raga tanpa sukma, apatis, masa bodoh.
III
Tuan dan Nyonya dengan hidup yang nihil tragedi, yang tubuh dan raganya tidak disekaratkan dunia, yang orangtuanya manunggaling kawula kasih. Aku ada bersama ribu lain. Ekstasi tanpa keteduhan, tubuhku mati dalam erang sedu sedan.
Tuan dan Nyonya tolong berada di sisi kami yang terpaksa menjadi hamba sahaya narkoba karena semua yang kami kenal hanya raga tanpa sukma yang berapatis ria.
Oktober, 2019
