"Bun, aku mau keluar sebentar beli pecel" Delfin mencomot salad yang sedang ibunya buat. Isti yang melihat anaknya hyperactive seperti biasanya menarik sudut bibirnya.
"Kalau gitu Bunda titip juga. Oh ya" Isti mengeluarkan kertas kecil dan beberapa lembar uang "Sekalian kamu belanja juga, bahan-bahan di kulkas tinggal sedikit. Ingat, kalau selesai langsung pulang!"
Berpose hormat pada ibu tercintanya, sebelum pergi kecupan ringan ia layangkan di pipi Isti. Melambai juga pada Yati yang sedari tadi membantu ibunya.
Mengendarai motor keluar dari garasi, helm tak pernah ia lupakan. Dengan kecepatan sedang Delfin melajukan motornya, melihat Bahri dan adik-adiknya yang asyik mencuci mobil membuat angga menyapa mereka 'sekalian buat mereka gak ya? Ah, ciki aja deh'
Saat gerbang terbuka, nampak tiga orang menunggunya dengan sedikit pemandangan berbeda.
"Widiih, udah bawa motor sendiri, pake hijab pula" Delfin mengungkapkan kekagumannya sekaligus menggoda teman perempuannya itu. Dengan dagu terangkat Tia mendengus bangga "Ya iyalah udah kelas tiga masa gak ada improvement"
"Halah paling dipaksa emaknya" Rio mengejek dengan wajah malas, Andri membenarkan dengan semangat.
"Bangga dikit kek, ukhty ini udah ke-cewek-an" Tia sewot sendiri, selama ini dia merasa tidak pernah dianggap perempuan oleh tiga teman sablengnya. Delfin mengajak mereka untuk segera berangkat, dirinya mendapat titipan dari Ibunya jadi tidak boleh terlalu lama.
Andri yang sudah merapikan rambut ikalnya menghentikan Delfin yang akan melaju "Bentar, kita kemana?"
"Ke pasar"
Angga berada di kantor polisi. Matanya melihat ruangan yang sudah beberapa kali ia kunjungi, tapi tetap saja ia merasa tak nyaman.
"Bang masih lama? Kenapa gak minta bawahan Abang aja" Mata Angga beralih melihat kakaknya yang sibuk mencari sesuatu.
"Bentar" Dokumen demi dokumen ia cek, entah apa yang ia cari hingga fokusnya hanya tertuju pada lembaran di depannya "Ini libur mereka, Abang gak bisa ganggu. Ah, ketemu!"
Mereka berdua keluar dari kantor polisi, Angga melihat map biru di tangan Rafael "Abis ini kemana?"
"Ke rumah sakit jiwa"
Mendengar jawaban kakaknya membuat Angga menatap curiga Rafael. Apa-apaan Abangnya ini, apa Abangnya akan mendaftar diri sendiri ke sana.
Delfin yang tangannya penuh belanjaan heran saat pintu depannya terbuka 'apa Bunda tau tanganku penuh?'
"Aku pulang!"
Mata Delfin membulat saat melihat ruang tamu dan menyadari siapa tamu tersebut. Seorang pria yang usianya lebih muda 6 tahun dari ayahnya duduk di sana, seorang wanita dengan balita dipangkuannya tersenyum kepadanya.
"Loh?! Uncle, Auntie, when did you get here? Um, wait a minute" Delfin yang senang ingin menghampiri paman dan bibinya, mengingat tangannya penuh belanjaan dirinya segera berlari ke dapur.
"He's never changes" wanita berambut coklat disampingnya terkikik geli.
Delfin muncul, dirinya segera memeluk paman dan bibinya termasuk anak kecil yang kelihatan takut dengannya. Delfin yang melihat ketakutan sepupu kecilnya membuat mimik cemberut "Aww, don't be scared" Tangannya terbuka lebar, bersiap menggendong balita menggemaskan itu. Namun sepupu kecilnya itu malah semakin menempel pada ibunya.
"Dia takut sama kamu, jangan dipaksa" Pamannya, Jimmy mengejek Delfin yang memasang wajah datar kerena ditolak.
"Kamu cute seperti biasa, Akra" Sarah adalah wanita kedua yang sangat Delfin hormati setelah ibunya, itu karena sifat keduanya tak berbeda jauh dalam bertutur kata, menurut Delfin sangat lembut bagai bisikan malaikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...