"DOKTER!"
Angga berteriak sekuat tenaga, pintu dia dorong kasar hingga terbuka lebar. Rafael segera bertanya mengapa adiknya yang biasanya bertingkah tenang dan mudah menahan emosi tiba-tiba lepas kontrol.
"Dokter– mana Dokter? Akra sudah sadar!" ucapnya dengan terburu. Mendengar itu, Isti segera berlari ke dalam yang kemudian diikuti yang lainnya, Rafael sendiri segera pergi memanggil dokter.
Delfin yang baru sadar dari koma bingung kenapa rambutnya panjang sekali "Bun, i– ni kok rambut– ku cepet ba– nget panjangnya? A–ir, Bun." Isti segera memberi anaknya sebotol air mineral, dia tumpu kepala anaknya lembut. Air matanya kembali menetes turun, isak pelan pun terdengar. Setelah Delfin cukup membasahi kerongkongannya, Isti langsung menyerbu anak sulungnya dengan pelukan.
Rafael datang dengan dokter yang sebelumnya telah memeriksa Delfin. Isti segera melepas pelukannya dan memberi ruang kepada sang Dokter untuk memeriksa anaknya.
"Ini cukup aneh. Saat saya memeriksanya beberapa saat lalu, pasien tidak memberi respond saat saya mengecek keadaannya. Namun sekarang kondisinya bisa dipastikan membaik. Selain itu, trauma yang dialaminya cukup berkurang drastis, mungkin ini yang menyebabkan dia sadar."
Nafas lega terhembus, mereka semua bersyukur dengan apa yang dokter katakan. Delfin tetap tidak mengerti dengan keadaan dalam ruangan ini, yang pasti kepalanya terasa sedikit pusing.
***
Delfin dipindahkan ke kamar rawat inap. Sekarang siapapun bisa leluasa menjenguknya. Isti duduk di samping ranjang, sedangkan Darwin dan anak kembarnya berdiri di sebelahnya.
"Nak, kamu laper atau masih haus? A– ada yang masih terasa sakit? biar Bunda panggilin Dokter." Delfin menggeleng disertai senyum lebarnya yang terkesan lemah
"Gak apa, Bun. Udah gak ada yang sakit. Oh iya, ini kenapa kok badanku pegel semua, terus rambut juga panjang banget?" pertanyaannya membuat semuanya terdiam seketika. Tangannya memegang ujung rambut yang mencapai bahu, sedangkan poninya menutup mata.
"Tanggal berapa sekarang?" Semua menatap Angga yang tiba-tiba bertanya dengan nada datar.
Delfin mengerutkan dahinya kemudian menyebut angka 14 dengan yakin. Semua ingat jika Delfin kecelakaan pada tanggal 13, sedangkan hari ini bukan tanggal 14 melainkan tanggal 20.
"Kamu ingat kamu kecelakaan?"
Delfin mengangguk sebagai jawaban. Maya yang melihat anaknya mulai sedikit berlebihan, menurutnya, mencoba menghentikan.
"Kamu ingat bagaimana rasanya tidur panjang?" Delfin menautkan alisnya samar. Isti ingin nenghentikan Angga, tapi hati kecilnya malarang.
"Kamu ingat kenapa kamu kecela-"
"Angga, cukup." Rafael langsung menutup mulut adiknya dengan tangannya. Angga menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan. Merasa adiknya sudah lebih tenang, Rafael melepas bekapannya.
"Maaf." setelah itu Angga keluar, yang segera Rafael susul. Delfin yang melihat Angga keluar berusaha menegakkan tubuh lemahnya, dia ingin menyusul Angga juga. Namun Isti segera menahan tindakan anaknya, wanita itu menyuruh Delfin untuk beristirahat sekaligus mengatakan jika Angga ingin menenangkan diri terlebih dulu.
"Tapi, Bun, Akra–"
"Kamu istirahat dulu. Jangan maksain diri, Angga bakalan balik ke sini. Percaya sama Bunda" Delfin kembali berbaring dengan wajah enggan.
Darwin mengajak Isti untuk makan karena dia dan Istrinya belum makan dari pagi, Maya ikut kedua sahabatnya. Jadi, yang tersisa di kamar adalah para remaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...