Delfin memegang kedua tangan Angga dengan kuat, tatapannya tidak beralih dari dada Angga.
Angga menatap Delfin garang, tangannya yang sebelummya memegang kancing kemeja kini tangannya dipegang oleh remaja di depannya.
"Kamu jangan macem-macem, Akra."
Angga berusaha melepaskan cengkeraman tangan Delfin namun tidak bisa, entah karena Delfin yang bertambah kuat atau dia yang melemah seketika. Delfin tetap tidak bergerak, posisinya membungkuk sehingga mata Angga langsung menatap wajahnya. Delfin menatap pria di depannya dengan pandangan rumit, mata sayu dan alis menukik tajam.
"Kak, jangan tolak bantuan saya. Kak Angga disini sudah setengah jam dan yang keluar masih-"
Angga memandang ke bawah. Di lantai dia melihat tetes-tetes berwarna putih.
'Setengah jam dan yang keluar cuma itu?!' pikirnya tak percaya.
Guru matematika itu menatap Delfin kembali dengan ekspresi keberatan di wajahnya. Setiap detik yang terlewat, Angga tidak menyadari jika jarak Delfin semakin dekat dengannya.
"Hanya membantu." Putus Angga.
Delfin yang mendengar itu berbinar senang, di pun melepas cengkraman tangannya.
Delfin memegang bahu Angga, memaksanya berdiri, lalu membalik posisi mereka. Pria yang lebih tua 10 tahun darinya itu sekarang membelakangi pintu sedangkan dia mendudukkan dirinya di closet
Delfin menepuk pahanya dua kali, senyum manis tertempel di wajahnya bahkan hingga matanya menyipit. Angga sedari tadi mengerutkan kening heran dan sekarang dia tahu maksudnya.
Angga menggeleng tegas "Tidak."
Delfin yang mendengar itu cemberut "Kalo gak gini mau gimana? Apa aku harus jongkok di depan kak Angga?" Pernyataan itu memebuat Angga memalingkan pandangannya.
Angga duduk di pangkuan Delfin, dadanya yang berdenyut terasa agak sakit sehingga membuatnya harus memilih pilihan itu.
Pandangan Delfin sekarang penuh dengan dada mengembang yang putingnya berhiaskan cairan putih menggiurkan.
"..."
"..."
Keduanya terdiam. Angga dengan mata terpejam rapat, Delfin dengan wajah datar.
Angga yang cukup lama menutup mata merasa jika tidak ada pergerakan sama sekali, dia membuka mata perlahan. Pandangannya menangkap Delfin yang diam dengan mulut terbuka, wajah memerah, dan nafas memburu.
"Sudahlah. Jangan memaksakan diri." Angga hendak berdiri, tapi gagal karena Delfin dengan erat memeluk pinggangnya.
Delfin menggeleng dan dengan pasti dia memajukan kepalanya, tapi kepalanya malah menjauh.
"Itu kenapa kepala maju?" tanya Angga cepat. Dialah yang menjauhkan kepala Delfin.
"Mau pake mulut, kak?"
"Tangan saja"
"Pake mulut saja, Kak, nanti tangan baru ikut." Jelas Delfin disertai kepalanya yang bergerak maju. Namun, tidak semudah itu dia netek
Angga kembali menjauhkan kepala Delfin, dengan kukuh menolak bantuan mulut anak pemuda itu.
Delfin yang mulai panas merasa kesal. Dia menginginkan dada didepannya, ingin menghisap cairan laktasi itu, ingin merengkuh tubuh lelaki di pangkuannya ini. Dengan sigap Delfin memegang kedua tangan Angga dan memegangnya di belakang tubuh Angga sendiri.
'Sejak kapan Akra sekuat ini?' Batinnya, wajahnya menunjukkan rasa panik bercampur takut.
Delfin membuka mulutnya dan segera melahap apa yang ada didepannya
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...