UN telah selesai. Saat ini kelasnya mengadakan makan bersama sebagai syukuran. Menenangkan otak yang telah diperas habis kegunaannya setelah mengerjakan soal UN yang tidak main-main sulitnya.
"Fin"
Berdeham menjawab panggilan dari Andini, mulut Delfin sedang penuh.
"Abis ini lanjut kemana?"
Delfin menelan makanan dimulutnya "ikut Om gue, kata Ayah suruh kuliah di kota tempat Om gue tinggal. Lu sendiri gimana?" tangannya mengambil minum
".... Gue, gue gak tau, nurut apa kata orang tua sih" Kebingungan jelas memenuhi mata perempuan itu, tangannya memainkan sendok di piring.
Delfin mengambil sepotong paha ayam dan menempelkannya di bibir Andini sekilas "Gue yakin" kemudia meletakkan paha ayam di tangan wanita itu "Temen kelas gue bakal sukses semua. Apalagi lu itu cantik, pinter, sosialable, jadi jangan pesimis gitu"
Andini melihat paha ayam ditangannya dengan senyum kaku "Uhm"
"Kalo gue?" Afi muncul mengejutkan Delfin dari belakangnya, untung jantungnya sudah sembuh total "Kok tanya gue? Tanya konseling gih"
"Cih, cewek aja ditanggepin, giliran cowok dilempar"
Rio dan Andri yang mendengar ucapan Afi langsung merasa prihatin yang aneh 'Seandainya lu tau, Fi'
Dengan gugup Delfin menanti hal paling menegangkan dalam hidupnya. Ya, hasil UN yang merupakan penentu masa depannya. Kedua keluarga saling berhadapan, Kakek dan Nenek Angga memandang pemuda di depannya dengan serius. Delfin dengan bantuan ayahnya meminta pada gurunya agar Ia diberi pemberitahuan peringkat UN secara pribadi. Saking pentingnya hari ini sampai Rafael ijin terlambat bekerja.
Sebuah email masuk ke ponsel Delfin tadi pagi, subjek email langsung mengejutkan Delfin yang bangun tidur.
Delfin menatap orang-orang disekitarnya, terpaku cukup lama pada Angga yang mengulum bibir.
"Aku buka" Jika namanya ada dalam 10 besar, tak kan lama mencari
Cukup lama Delfin terdiam setelah mencari namanya "Ketemu" hanya kata itu yang keluar dengan nada datar, orang-orang disekitarnya menjadi khawatir.
Perlahan tubuh Delfin bergetar lalu disusul isak pelan. Isti segera memeluk anaknya "Nak, hasilnya?" nada lembut dengan wajah cemas ia tujukan pada anaknya, tangan Delfin meletakkan ponselnya di meja setelah itu langsung memeluk erat ibunya, suara tangis samar terdengar.
Rafael melihat keluarganya dan keluarga Darwin "Biar aku yang liat"
Nama Delfin langsung tertangkap matanya di urutan ke-15. Mengetahui hasilnya mereka terdiam, Angga menunduk sambil memainkan jempolnya, sementara Delfin masih menangis di pelukan ibunya.
"Akra"
Panggilan Angga membuat tangis Delfin terhenti. Tak ada kata setelahnya, Angga hanya memanggil nama Delfin dengan nada kaku..
Helaan nafas mengambil perhatian, Kakek Angga bertepuk tangan lalu disusul istrinya yang tersenyum hangat. "Akra, jangan menangis dan perhatikan kata-kata kakek"
Delfin melepas pekukan ibunya, kemudian duduk tegap sembari menghapus air matanya. Melihat hidung merahnya membuat Angga tidak tega.
"Kamu merasa sudah dewasa?"
Delfin menngangguk
"Sungguh?"
Delfin mengangguk lagi
"Sungguh? Mengapa masih menangis?"
Delfin mengangguk "Sungguh, Kek. Ini hanya terkejut saja"
"Akra, nilai kamu sangat memuaskan" Nenek Angga memuji dengan tulus, tapi Delfin menundukkan kepalanya. "Akra, bukan masuk 10 besar yang kami inginkan dari kamu" Lanjut sang Nenek
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...