Chapter 26: Dignosis untuk Delfin

7.2K 608 78
                                    

Rio menolehkan kepalanya dan menampilkan ekspresi yang terlihat kusam.

"'Napa, Lu?" Delfin yang sudah biasa melihat wajah datar Rio tentu menjadi penasaran. Tia tidak peduli karena saat ini dia sibuk dengan rasa campur aduk belimbing wuluh di dalam mulutnya, wajahnya menampilkan ekspresi aneh. Andri menatap Rio sambil tertawa keras karena sebelumnya dia melihat ekspresi Tia.

"Selangkangan ular, Lu berdua!" Umpat Tia setelah menghabiskan segelas air putih milik Delfin "Kenapa lu, Yo?" Tanya Tia setelah rasa bercampur aduk di mulutnya mereda.

Rio menatap Delfin "Andini maksa ngerjain Prakarya dirumah lu, Fin."

"Apa?!!" mendengar ucapan Rio, mereka bertiga kaget bersamaan. Faktanya Delfin tidak pernah mengundang teman-temannya ke kediamannya selain ketiga sahabatnya. Hal ini dikarenakan Darwin tidak mengijinkan teman-teman Delfin tahu jika dia orang 'Berada'.

Delfin selalu berangkat sekolah dengan motor gede yang Ayahnya belikan dengan harga kurang dari 50 juta, uang saku tidak lebih dari 50 ribu dan itu pun dia masih mentraktir 3 temannya— akibat sering memanjakan adiknya.

Ada uang bulanan hanya untuk bayar biaya sekolah, bersekolah di sekolah negeri yang merupakan sekolah lama Amayah dan ibunya Kalau adiknya meminta sesuatu dia mengambil dari tabungannya. Semua Darwin dan Isti atur sedemikian rupa agar anak sulung mereka tidak menjadi seperti protagonis sombong penuh tingkah dalam novel romansa remaja.

"Ijin Bunda pasti masih ada pertimbangan, Kalo Ayah udah pasti gak dibolehin."

"Pake rumah gue gimana? Lu pura-pura jadi anak ibu gue." Tia memberi saran yang membuat tiga laki-laki yang ada di ruangan itu menatapnya.

"Kenapa? Salah?"

"Lu lupa anak sekelas udah tau mukanya Tante Isti" Pernyataan Rio langsung mengundang tatapan lebar Tia. Kemudian tertawa garing karena lupa jika yang mengambil rapot Delfin pasti Isti.

Andri tanpa menatap tangannya yang mengambil belimbing wuluh, dengan santai memberi saran yang masuk akal "Omongin dulu sama Tante Isti dan Om Darwin," mulutnya terbuka dan menggigit buah seukuran jempol orang dewasa. Wajahnya yang semula santai penuh senyum berubah datar sekejap dan langsung berubah aneh. Tia dengan semangat tertawa di depan wajah Andri langsung.

***

Pukul delapan pagi dan matahari sudah bersinar terang, kepulan polusi kendaraan menghilangkan udara segar pagi hari, bunyi klakson bersahutan menggantikan indahnya  kicauan burung. Angga duduk termenung, sedangkan siswa yang sebelumnya disuruh mengerjakan latihan soal sudah sibuk mencari jawaban dari teman maupun goigle.

"Pak." Seorang siswa memanggilnya, tapi sepertinya Angga tidak mendengar. Siswi lain juga ikut memanggil, dan lagi Angga tidak merespon.

"PAK!"

"A– ah Iya, ada yang tidak dimengerti?"

Panggilan siswa yang bersamaan membuat Angga tersentak kembali pada kenyataan. Semua menatap Angga bingung. Salah seorang bertanya apakah Angga baik-baik saja atau sakit, Angga tersenyum santai sambil menggelengkan kepalanya pelan "Maafkan saya, tapi saya baik-baik saja. Apa tugas yang saya berikan sudah selesai?"

"Kita gak ngerti nomer tiga, Pak."

"Sekali lagi maafkan saya. Baik, saya akan jelaskan bagaimana caranya."

***

Delfin sendirian di rumah. Isti yang sebelumnya menemaninya harus pergi menemui Maya untuk melihat langsung barang yang akan dikomersilkan. Tidak melakukan apapun membuatnya bosan. Ada game juga dia tidak main karena dia bukan anak game, game di ponselnya hanya untuk bermain bersama adik dan teman-temannya.

MILKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang