Chapter 12: Strategi mendapat Restu

7.6K 735 37
                                    

Angga mengangguk sebagai sapaan sopan "Selamat siang, Om." Suaranya yang renyah mengisi keheningan.

'Akra suka laki-laki ini? Gak ada feminim-feminimnya, ganteng dan ada manis-manisnya iya. Badannya juga gak kecil, gak jauh beda sama Abangnya, cuma lebih pendek dikit. Yang bikin Akra suka apa?' Pikir Darwin penuh penilaian.

Isti menyenggol suaminya, menatapnya dengan mata polos terbuka terbuka lebar "Jangan cuma liat, sapa dong." bisiknya

Darwin menatap Istrinya dan tersenyum, kemudian kembali bersikap sealami mungkin, siap berbincang cukup panjang. Namun,

"Ah. Kita pergi sekarang!" Ucap Maya tiba-tiba.

"Loh, udah mau pergi aja? Kan Angga belum ngobrol sama Darwin." Heran Isti. Maya merasa tak enak dan menjelaskan jika dia harus ke rumah sakit karena Angga merasa tidak enak badan.

"Angga sakit apa?" Darwin bertanya dengan tenang, tapi Angga menanggapi sebaliknya. Dia terkujut, sangat terkejut bahkan sampai dia melompat kecil.

Darwin kaget juga dong.

"A– Itu– Anu," Angga tersenyum malu "Dadaku sakit, Om." Jawabnya dengan suara kecil.

Darwin dan Isti melebarkan matanya.

"Tapi tenang gak parah kok, Om." Angga menenangkan. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.

'Beneran baik kayak yang dibilang Akra, murah senyum juga...'

Semua berdiri. Maya memeluk Isti lalu pamit dan berlalu pergi.

"Saya sama Mama pergi dulu, Om, Tante, permisi." Sebelum pergi Angga mencium tangan Darwin dan Isti.

'Sopan juga....'

"Iya, hati-hati ya!" Seru Isti sembari melambaikan tangannya. Melihat anak dan ibu itu tidak terlihat dipandangan mereka, Isti mengguncang pundak Darwin "Gimana?" tanyanya dengan tidak sabar.

Darwin menghela nafas "Gak. Masih belum cukup."

Isti menghela nafas, senyum kecut terbit di bibirnya 'Kurang baik apa coba si Angga? Perasaan Akra yang banyak kurangnya, mestinya Akra yang diginiin,' batinnya.

'Eh, tapi aku gak tega.' Lanjutnya.

***

Alyza Menunjuk pada komputer yang menampilkan hasil CT scan dua hari yang lalu.

"Hasil ini menunjukkan bahwa kepala Angga baik-baik saja, tidak ada tumor ataupun kanker yang membahayakan. Jadi, kemungkinan hal yang dialami Angga disebabkan makanan yang dikonsumsi merangsang produksi hormon secara berlebih. Lama-kelamaan akan membaik dengan sendirinya," jelasnya

"Namun, setelah tiga bulan kita akan tetap melanjutkan pemeriksaan perut. Hal ini berdasar pada diagnosis dokter Andra jika Angga adalah Interseks."

"Lalu, bagaimana jika anak saya terbukti Interseks, Dok?" Maya bertanya dengan nada tenang. Anaknya baik-baik saja, tidak ada tumor atau kanker yang akan membahayakan anak bungsunya.

"Ada dua kemungkinan yang bisa diambil, pertama operasi dan kedua perawatan." Alyza menjelaskan dengan senyum lembut yang selalu menempel di bibirnya, karena tidak akan bagus jika dokter selalu memasang wajah datar, 'kan?

Angga "Maksudnya, Dok?"

"Seorang Interseks memiliki ovarium, tidak menutup kemungkinan rahim pun ada meski sangat kecil. Jika Anda memilikinya, tindakan yang akan kami lakukan terserah anda. Anda ingin menghilangkan rahim itu atau melakukan pemeriksaan rutin setiap bulan."

"Tapi saya masih bisa ereksi dan ejekulasi." Angga berkedip dua kali.

Alyza menghela nafas "Karena itu, kasus dimana Interseks masih bisa ereksi sekaligus memiliki rahim yang sehat sangat teramat kecil," tangannya menyatu "Lagipula ini masih diagnosis dan akan diperiksa lebih rinci tiga bulan lagi." lanjut Alyza

MILKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang