Drrt
Drrt
Drrt"Halo, Bun."
["Akra, kamu dimana? Ini udah jam 4 sore. Daritadi Bunda sama Tante Maya nunggu kamu dan Angga."]
"Maaf, Bun. Aku lagi di rumah kaca," Delfin menoleh sejenak mengintip Angga yang berjongkok memainkan tanaman putri malu. Tak sadar tangannya menutup mulutnya sambil membatin karena Angga kelihatan sangat imut sekarang di matanya "Kak Angga suasana hatinya buruk, Bun, jadi aku ajak ke sini." Lanjutnya
["Oh, kalo udah, langsung ke rumah ya... Tante Maya katanya agak buru-buru, nanti jam 5 ada tamu katanya."]
"Iya, Bun." Panggilan diakhiri. Delfin melihat Angga yang masih bermain-main dengan putri malu, senyum teduh menghiasi wajahnya yang maskulin, jari lentik menyentuh daun putri malu dengan penuh hati-hati agar bagian yang tidak tersentuh tetap terbuka. Delfin ingin– ingin sekali memeluk tubuh yang sedikit lebih besar dari tubuhnya itu, memeluknya hingga kegundahan Angga hilang, memberi kehangatan, membuat yang terkasih itu menuangkan keluh kesahnya padanya. Namun apalah daya, mereka bukan kekasih apalagi sepasang suami istri. Dia mendekati Angga saja harus seperti tukang bajaj yang pintar ngeles.
"P– Kak, udah mendingan?" Tanya Delfin sembari mendekat, kemudian ikut berjongkok di samping Angga. Angga mengangguk dengan senyum teduh yang tidak lepas "Kata Bunda, Tante Maya ngajak pulang, soalnya mau ada tamu, tapi kalo kak Angga masih pengen lama-lama bisa sampe jam lima kok. Soalnya tamunya datengnya jam lima nanti."
Angga berdiri, menepuk kedua tangannya guna membersihkan debu "Tidak apa, saya sudah lebih baik. Terima kasih."
Delfin membalas dengan senyum, kemudian ikut berdiri. Mereka berdua melangkahkan kaki keluar dari rumah kaca dengan Angga yang berada di depan.
***
Setengah jam setelah Delfin dan Angga sampai di rumah. Maya dan Angga memutuskan pulang untuk menyambut tamu yang akan datang. Sesampainya di rumah mereka, Angga langsung memasukkan motornya ke dalam garasi.
"Ma, tumben Bang Ralf gak ke rumah Tante Isti tadi?"
"Katanya ada perkembangan dalam kasus yang dia tangani. Kata detektif dan bawahannya, mereka menemukan bukti valid soal penculikan yang kemarin masuk tv itu." Jelas Maya
"Bang Ralf yang pegang kasusnya?" Tanya Angga dengan nada tidak percaya. Maya heran "Iya. Kamu kok kayak gak percaya gitu? Kamu tau itu 'makanan' Abangmu"
"Bukan gitu. Heran aja, kenapa tugas berat-berat terus dikasih ke abang."
"Itu tandanya banyak yang percaya sama Abangmu. Oh iya, kamu tadi di jalan bilang mau ngomong sesuatu sama Mama" Maya ingat, jika di jalan tadi anaknya ingin mengatakan sesuatu. Namun, karena ramainya lalu lintas, Angga memutuskan mengatakannya di rumah saja.
"Aku pulang!"
Suara berat memasuki pendengaran ibu dan anak tersebut. Lelaki yang mengenakan setelan seragam polisi lengkap tertangkap mata mereka.
"Mau dibikinin teh atau kopi?" Angga bertanya
"Bikinin susu aja, sama teh sekalian. Andra jadi tamu rumah kita hari ini."
Tepat setelahnya, Rafael menyingkir dari pintu dan menampakkan lelaki lain yang tak kalah tinggi darinya, bedanya lelaki tersebut mengenakan kemeja biru polos.
"Andra! Udah lama gak main ke rumah. Kemana aja?" Tanya Maya antusias, karena sudah lama sahabat anaknya ini tidak berkunjung.
"Sibuk di rumah sakit, Tante. Belum genap satu bulan udah di bilang lama."
Maya, Rafael, dan Andra duduk di ruang tamu. Sedangkan Angga memilih membuat minum, tanpa sepatah kata dia langsung pergi menuju dapur saat Rafael mengatakan jika Andra adalah tamu yang ditunggu.
![](https://img.wattpad.com/cover/215937403-288-k32266.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...