Angga memasang wajah masam, di belakangnya dia membonceng lelaki berusi 17 tahun yang menebar aura merah muda sepanjang jalan. Perutnya dipeluk erat seolah tidak ada hari esok yang membuat mereka ditatap aneh sepanjang jalan.
"De- Akra, Bisakah kamu tidak memeluk saya?"
Akra —Delfin— tersenyum manis tanpa menjawab dan mengencangkan pelukannya. Alis angga semakin terjalin.
'Mama! Anakmu ini ditempeli makhluk halus!"
.
.
.
Beberapa saat yang lalu saat angga akan keluar gerbang dengan mengendarai motor maticnya, dia berhadapan dengan Delfin yang berdiri ditengah gerbang. Sedangkan ketiga temannya hanya menonton dengan memegang seplastik es jeruk dan menyedotnya perlahan dengan wajah 'bodo amat' di parkiran.
"Pak, saya bonceng lagi, ya?" sudah seminggu dan Angga selalu membonceng Delfin sejak jum'at yang lalu. Entah kenapa dia merasa Delfin semakin hari semakin berani melangkahi jarak yang tidak seharusnya.
"Maaf, saya mau ke rumah sakit hari ini. Kamu pulang saja sama temen kamu"
Delfin melihat teman-temannya masih dengan santai ada di parkiran. Mengedipkan mata beberapa kali sebagai kode, tapi hanya ditanggapi sebagai angin lalu. Melihat tingkah teman-temannya, mata Delfin terbuka lebar, mengancam secara halus sekaligus memelas.
'Bangsat kalian... Gue ganti password wifi rumah nanti, awas aja. Sekalian kagak gue traktir. Plisslah... Ngertiin gue, Anying!'
Mengerti kesejahteraan mereka bertiga terancam, Rio berbalik "Oy! Pulang yok, dah sore. Nanti bokap gue marah."
"Ayok. Sekalian gue mau ke rumah sakit, obat kakak gue habis." Andri
"Emak gue mau ke rumah sodara jadi gue kudu cepet. Yo, gue nebeng, ya? 'Kan kita searah." Tia
Dengan sigap mereka menunggangi motor mereka, melaju perlahan, saat lewat di depan Angga mereka menunduk sopan dan memberi salam
"Mari, pak..."
"Loh, kalian gak bareng Delfin?"
"Kita lagi buru-buru, pak, jadi gak ke rumah Delfin hari ini." Andri menjawab kikuk dan segera melaju pergi, Rio sendiri sudah melaju tanpa basa-basi dengan Tia yang duduk santai sambil tetap menyedot es jeruknya.
Angga melihat Delfin yang sekarang memandangnya dengan wajah 'Tuh, pak, mereka pada sibuk'.
"Kamu naik taksi bisa, 'kan? Terus kenapa kamu gak bawa motor?" Angga tidak menyerah semudah itu demi bisa lolos dari bajingan kecil semacam Delfin.
Delfin menggeleng "Taksi gak bisa masuk gang, Pak. Lagian nunggu taksi lama, bisa sore saya pulangnya, Pak. Terus motor saya lagi di bengkel, belum selesai diservice"
'Ndasmu, gang! Truk aja bisa masuk'
"Seminggu masih belum selesai service? Lama banget, kalo ojek online?"
Delfin menggeleng lagi "Kuota saya habis, pak. Maklum, Pak, motor gede jadi servicenya lama."
"Saya pesenin?"
"Boleh, Pak" Angga heran kenapa Delfin membolehkan. Membuka HP-nya, Angga melihat sebuah pesan yang membuat nafasnya terhenti sejenak melihat tulisan [Sisa kuota anda kurang dari 50 MB]
Memandang Delfin dengan harapan terakhir "Ojek biasa?"
Delfin menggelang lagi dan lagi " Gak ada pangkalan ojek di sini, Pak"
Angga tidak tahu harus mengelak dengan cara apalagi...
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...