Isti Menatap Delfin dengan ekspresi tidak terbaca "Kamu suka sama Angga? Angga yang mana? Angga nama cowok, 'kan?" tanyanya dengan mata bergetar
Delfin mengangguk sekali, senyum penuh rasa bersalah menghiasi wajahnya "Angga anaknya Tante Maya, Bun."
Isti menatap orang lain yang satu ruangan dengannya, melihat bagaimana mereka memberi berbagai tanggapan yang berbeda. Namun, tetap dia tidak bisa memikirkan apa yang harus dia lakukan atau katakan saat ini. Dia memutuskan untuk berdiri, kemudian melangkah pergi.
"Bunda!?" teriak Delfin. Mengejar Ibunya, Delfin tidak mempedulikan penghuni kamarnya yang mengekor di belakangnya.
"Tapi Angga cowok!" Isti berujar keras.
"Akra tau, Bun!"
"Angga cowok, Akra cowok, mereka berdua sama-sama cowok. Kenapa Akra suka sama Angga?" Dia terus bergumam demikian. Isti pernah mendengar hal seperti ini, tapi dia tidak berharap anaknya menjadi seperti ini. Namun, kembali pada bagaimana pribadi dirinya, dia tidak pernah bisa keras pada anaknya.
Mengeluarkan ponselnya, Isti menekan kontak bernama 'Ayah'. Menelpon sang kepala keluarga yabg juga suaminya. Panggilan Akra di belakangnya tidak diacuhkan, pikirannya kini dipenuhi kebingungan.
Menuruni tangga dengan Telpon ditelinga. Isti menunggu beberapa saat hingga telpon terhubung
["Halo! Kenapa, Bun?"] Tanya orang diseberang sana dengan nada ceria.
"Akra suka sama Angga!" Ucap Isti keras dan cepat.
Terjadi jeda.
["Apa?! Angga yang mana? Angga nama laki-lak, 'kan?"]
"Yah, besok atau lusa kalau bisa pulang, ya?" pinta Isti dengan nada memohon.
"Besok, Ayah pulang besok!" ujar Darwin dengan pasti.
Delfin berhenti berjalan, mematung dengan tubuh mulai berkeringat.
'Ini gak bagus! Pokoknya ngomong masalah ini sama Ayah gak bagus, tapi kalo cuma sama Bunda nanti gak dapet restu Ayah, gak bisa nikahin Kak Angga, dong?! TAPI TETEP INI GAK BAGUS!' batinnya panik.
*****
Maya, Rafael, dan Angga duduk disebuah ruangan bercat putih. Angga mengenakan pakaian khusus yang diberikan Andra padanya sebelumnya. Maya menyatukan tangan dan menunduk, berdoa agar anaknya baik-baik saja. Rafael duduk sambil menyilangkan tangan.
Mari kembali saat Rafael meminta— memaksa agar pemeriksaan Angga dipercepat.
***
"Jika terlalu cepat dan pengecekan tidak secara menyeluruh, ada kemungkinan jika adik anda akan-" Alyza mencoba menjelaskan agar orang yang bertelpon dengannya mengerti.
"Makanya kalian bersiap malam ini." Namun Rafael tetaplah Rafael
"Kami dokter juga manusia, kami bisa saja salah bekerja."
"Adik saya juga manusia. Dia penting untuk saya!"
"Karena dia penting untuk anda, mohon mengerti jika ada kesalahan maka adik anda yang menjadi korban!"
"Adik saya butuh perawatan!"
"Jika terjadi sesuatu dengan adik anda itu salah Anda!" ucap Alyza tegas sekaligus mengakhiri perdebatan mereka.
Angga melihat kakaknya dengan wajah tertekuk. Andra sudah tidak peduli, selama dia bisa selamat dan bisa hidup santai demi mencari istri. Maya sudah meminum tehnya hingga tandas mendengar cekcok anak sulungnya dengan dokter yang entah siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Fiksi RemajaLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...