Ranjang yang tak besar membuat jarak antara Delfin dan Angga benar-benar tidak ada. Angga menjadikan lengan atasnya sebagai bantal untuk kepalanya sendiri, sedangkan Delfin tenggelam dalam pelukannya dengan kepala mendusel ke dada Angga agar lebih nyaman.
Angga mengerang saat merasakan pergerakan di area dadanya semakin tidak terkendali, mendusel dengan keras dan bertambah cepat.
Badannya sedikit ia jauhkan agar benda yang bergerak-gerak itu tidak menempel di dadanya, tangannya yang bebas mengucek matanya yang masih terasa berat. Berkedip beberapa kali agar kantuknya mereda sampai Angga merasa penglihatannya menjadi lebih jelas, Laki-laki berusia 27 tahun itu menundukkan kepalanya dan melihat jika seorang remaja tidur dengan alis berkerut. Langsung saja tubuhnya bergerak menjauh secara otomatis hingga dirinya terjatuh dari ranjang.
GEDEBUK
"Aish... A– aduh..." Angga memegang pinggangnya yang terasa sakit. Angga berdiri dan menggerakkan dirinya untuk duduk di sofa, kepalanya terasa pusing karena bangun mendadak. Duduk bersandar santai dengan alis menukik dan mata menyipit melihat ke arah Delfin yang tidur nyenyak dengan alis berkerut. Tatapannya berpindah melihat jam dinding yang jarumnya menunjuk angka dua.
'Hah... Untung sepi'
Dia berbaring di sofa dan melanjutkan tidurnya. Namun matanya segera terbuka saat menyadari sesuatu, Angga langsung berdiri dan mengecek lengan kiri Delfin.
"Untung tidak lepas." Melihat jika infus itu masih terpasang pada tempatnya, Angga kembali berbaring di sofa. Matanya menatap pada Delfin, perlahan matanya terasa berat.
***
Dokter masuk untuk melakukan pengecekan, seorang suster berada di belakangnya, sedangkan Angga duduk memperhatikan.
Setelah memeriksanya, dokter melanjutkan dengan beberapa pertanyaan "Apa ada yang terasa sakit?"
"Tidak ada, Dok."
"Atau mungkin pada waktu sebelumnya?"
Delfin menggeleng
Dokter melihat ke arah suster yang memeriksa infus, kemudian setelah memastikan jika tidak ada yang salah suster mengangguk kepada Dokter.
"Bagaimana, Dok?" Angga berjalan ke samping dokter.
"Kondisi pasien tidak ada yang salah. Lalu, karena suasana hatinya baik maka kesehatan pasien mengalami progres yang baik juga" Setelah itu dokter dan suster pergi. Pandangannya menatap Delfin yang memperhatikan infus.
"Kenapa?"
"Kak, aku pingin ke kamar mandi." ujarnya bersamaan dengan kaki yang dia turunkan. Angga langsung melangkah ke arahnya dan memegangnya, menyangga Delfin.
"Saya bisa, Kak."
"Gak. Saya antar."
"Deket, Kak. Beneran gak usah."
Angga bersikeras mengantar Delfin "Kamu masih lemah, saya takut kamu pingsan di dalam. Jadi untuk berjaga-jaga pintu kamar mandi jangan di tutup."
Delfin melihat Angga dengan mata lebar dan alis menukik tajam "Kak, Saya ini mau kecing loh, masa Kak Angga mau liat? terus kalo baunya nanti jadi sekamar gimana?"
Angga tidak menanggapi. Delfin mencintai Angga, tapi kalau urusan seperti ini siapa yang tidak malu coba.
Isti datang dengan wajah cerah, di tangannya terdapat seplastik apel merah dan satu sterofom melon yang sudah dikupas. "Angga, kamu ngapain di situ?" Ucapnya seraya menaruh bawaannya di nakas.
"Lagi nungguin Akra, Tante."
matanya melebar polos menatap Angga yang tenang berdiri di samping pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Fiksi RemajaLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...