Memandang pantulan dirinya di cermin dengan teliti, Delfin menggunakan pomade agar rambutnya lebih rapi.
"Udah, belom? Lu lama banget perasaan," dari luar ruang ganti terdengar suara Andri yang bertanya dengan nada bosan "Sekarang jam enam seperempat, kita masuk jam tujuh pas dan sekolah kita 7 kilo dari rumah lu. Cepetan atau kita tinggal!"
Merapikan kembali seragam abu-abu putihnya untuk yang kesekian kalinya agar penampilannya benar-benar lebih sempurna, Delfin kemudian melangkah keluar penuh percaya diri.
*
"Pagi, Pak" menyapa satpam sekolah yang sudah berbulan-bulan tidak ia lihat wajahnya, Delfin merasa melihat wajah baru begitu pun dengan orang-orang di sekolah ini. Mengendarai motornya menuju parkiran, tatapan dari berbagai mata serasa menghujani Delfin dan membuat Tia yang ada di boncengannya pun merasa tak nyaman.
"Lu famous ya, Fin?" tanya Tia dengan tubuh sedikit meringkuk dan menunduk malu. Delfin yang tidak peduli hanya mengendikkan bahu "Gak tau."
Memarkirkan motor mereka sejajar dan berdampingan sudah menjadi kebiasaan mereka sejak awal sekolah di SMA ini. Rio mengacak rambut pendeknya kemudian kembali merapikannya, Andri mengeluarkan sebungkus biskuit dari tas dan memakannya santai, Tia membenahkan roknya yang dirasa kusut, Delfin menggaruk kecil ujung bibirnya.
"Untung gak telat. Lain kali kalo mandi pas subuh, jangan jam enam pas" Ucap Andri dengan wajah masam. Rio mengambil sebiji biskuit "Lu pagi-pagi dah makan kukis coklat aja," memandang sejenak biskuit hitam itu dengan pandangan remeh lalu memakannya. Andri hanya mendengus melihat tingkah Rio
"Oy!" seru Tia guna mengambil perhatian tiga temannya "Gue cantik, gak?" ucapnya sembari mengaca pada kaca spion.
Rio langsung tersedak remahan biskuit, mulut Andri yang sebelumnya mengunyah biskuit dengan santai kini terbuka lebar begitu pun matanya, Delfin segera menyentuh dahi Tia "Lu sehat? Atau perlu ke UKS? Ah, ke rumah sakit sekalian." Ucapnya dengan nada panik.
Tia yang mendapat respon seperti itu langsung menatap ketiga temannya skeptis. Ini pertama kalinya Tia bertanya apakah dirinya cantik atau tidak, biasanya tiga laki-laki itu yang selalu menyebut Tia cantik apa adanya. Menghela nafas malas "Gue cuma nanya, gak perlu sebegitunya kali."
Ketiganya menggeleng serentak, menyanggah ketidakpuasan Tia "Gak gitu, tapi.... Lu suka sama cowok mana, Bi?!" Dan bertanya serentak pula. Tia langsung panik dan menggeleng keras, tangannya membentuk silang di depan dada "Gak ada! Dah lah, kita ke kelas aja, udah bel juga," ucapnya dengan kata pertama bernada keras lalu melenggang pergi meninggalkan tiga laki-laki yang masih di ambang kebingungan.
'Fix. Tia punya doi.' batin ketiganya kompak.
Di kelas XII MIPA 2 yang semula ramai mendadak hening saat Delfin datang, Rio berjalan santai sementara Delfin sedikit gugup. Mejanya langsung dikelilingi teman-temannya dan Delfin dibanjiri pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tidak dapat ia dengar karena mereka mengucapkannya hampir bersamaan.
"Semuanya tenang!" Serunya membuat kerumunan itu perlahan mulai tenang "Gue baik-baik aja sekarang, terima kasih udah khawatir. Kalian bisa tenang dan sebentar lagi guru masuk, jadi sebaiknya kalian duduk lagi di bangku kalian. Sesi wawancara nanti aja."
Andini mengambil alih pembicaraan dan menjawab pertanyaan setau dia. Hal ini karena meski Rio lebih banyak tau, remaja itu tidak akan banyak bicara.
"Welcome back, Bro" ucap Bimo sambil menepuk pelan pundak Delfin.
*
Delfin duduk di ranjang, matanya memperhatikan seorang wanita yang sedari tadi sibuk mencari sesuatu. Delfin lupa membawa obat, jadi dia meminta ke UKS, siapa tau ada dan Ayu pun mencarikan obat yang dia maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...