Chapter 18: Ada yang Nguping

6.8K 633 16
                                    

Angga berbaring di ranjangnya dengan mata terbuka memandang langit-langit, nafas berat berulang kali keluar melalui bibir penuhnya.

"Suka,"

"Cinta,"

"Tapi kan sama-sama cowok." Gumamnya dengan dahinya berkerut samar.

Otaknya bisa melahap semua rumus matematika, tapi tidak dengan hal-hal seperti ini. Angga memang punya mantan namun semuanya perempuan tulen.

"Kamu suka sama Akra?"

Angga terkejut seseorang bertanya tiba-tiba. Rafael duduk membelakangi adiknya di tepi ranjang, punggungnya yang biasanya tegak kini terlihat kendur.

"Ketuk pintu dulu kenapa."

"Abang udah ketuk pintu tapi kamu gak ngerespon, jadi abang masuk aja." Rafael membaringkan dirinya di samping adiknya, ikut menatap langit-langit.

"Bang, kasusnya apa kabar? Ada perkembangan?" Angga membuka topik pembicaaran karena rasanya aneh jika tidak ada percakapan.

"Ada perkembangan. Petunjuk kali ini menunju sebuah desa yang teknologi dan informasinya masih belum terlalu maju" Rafael membuang napas. Jujur saja dia sebenarnya lelah dengan kasus yang satu ini. Biasanya kasus yang ditanganinya akan selesai dalam beberapa minggu atau paling lama satu bulan, tapi kasus kali ini memakan waktu sampai tiga bulan lamanya dan itu pun baru menemukan titik terang sekarang.

"Abang mau ke sana?"

"Ya." Sebagai seorang abdi negara, dia harus mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi.

"Semangat, Bang."

"Iya. Jadi, kamu suka sama Akra?"

Angga menatap Rafael dengan alis terjalin, usahanya mengganti topik pembicaraan ternyata gagal. Dia menggeleng pelan.

"Kamu benci dia?"

"Kenapa mesti benci? Dia anak yang baik kok " Angga menjawab dengan suara rendah. Mendengar ucapannya sendiri membuatnya menggeleng keras, membantah ucapannya saat mengingat tingkah laku Delfin.

Rafael "Ya udah, semua terserah kamu lagian kamu udah gede. Mmasa mau Abang urusin terus–"

"Abang yang selalu ikut campur." Ucapan Rafael terputus oleh kalimat yang keluar dari bibir adiknya.

Dia melirik Angga sebentar dan terkekeh, lalu kembali lurus memandang langit-langit "Kan kamu adik Abang satu-satunya. Abang juga ikut jagain kamu dari umur 3 tahun loh, kalo sampe gak ada rasa khawatir di hati Abang berarti Abang keterlaluan" jelasnya.

Angga tersenyum. Dia melirik jam yang jarumnya menunjuk angka sembilan "Bang, udah malem, tidur sana. Abang berangkatnya kapan?"

"Besok, pagi buta." Pria yang menjabat sebagai Bripka itu menegakkan tubuhnya, dia melangkah menuju pintu "Selamat malam." Ucapnya sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu.

Angga "Selamat malam." Gumamnya

***

Delfin berbaring miring sambil memeluk gulingnya, bunyi notifikasi dari handphone-nya tidak dihiraukan. Delfin menduselkan kepalanya ke guling, wajahnya merah panas, senyum cerah tak luntur sedetik pun.

"Jadi ini rasanya direstui." Senyumnya mengembang lebih lebar dan dia mengencangkan pelukannya pada guling.

Mendengar kata 'restu' keluar dari bjbirnya, dahinya berkerut samar dan senyum cerahnya menghilang, lalu bibir bawahnya sedikit dia gigit. Otaknya mengingat jika restu dari calon mertua dan calon kakak iparnya belum pasti, apalagi Angga yang masih belum yakin dengan perasaannya kepada dirinya.

MILKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang