"Akra, setelah Ayah, Bunda, dan Dokter membicarakan tentang kondisi kamu... Kamu mau operasi, Nak?" Isti langsung mengutarakan isi pikirannya sesaat setelah dia duduk di sofa, Darwin duduk di sampingnya dengan pandangan lelah.
Angga yang yang hendak memasukkan sepotong apel ke mulutnya pun berhenti, pandangannya menatap Isti dan Darwin yang duduk tenang dengan senyum teduh diwajah mereka.
"Operasi? Apa sudah separah itu sampai harus melakukan operasi, Tante?"
"Tidak parah untuk saat ini, tapi setelah kecelakaan sebelumnya- jantungnya lebih sensitif dan jika kondisi Akra tetap tidak stabil untuk kedepannya, bisa jadi..." Darwin tidak kuasa meneruskan ucapannya.
"Akra mau dioperasi."
Tatapan Angga beralih menatap Delfin. Delfin memberi tatapan senang bercampur sendu yang samar "Maafin Akra karena terlahir dengan kondisi seperti ini, tapi aku beruntung terlahir ke duania ini. Dan aku tidak mau membuat Ayah, Bunda, dan semuanya menjadi lebih khawatir"
Isti berlari memeluk anaknya, kepalanya menggeleng keras memyanggah ucapan anaknya.
"Akra, mau seperti apapun kondisinya, kamu tetap anak Ayah dan Ibu. Jangan bicara seperti itu" Darwin berbicara tegas dengan alis terjalin membuat Akra menghilangkan ekspreai sendunya
"Tapi operasi jantung itu resikonya besar, Akra. Tante, apa tidak ada cara lain?" Angga menatap Isti dengan mata cemas, Isti yang ditatap seperti itu memalingkan wajah guna menyembunyikan raut sedihnya. Bahunya merasakan sedikit beban, tangan Akra yang putih mengelus pelan bahu Angga.
"Kak Angga juga gak mau lihat aku sakit terus kan? Lagi pula bukan berarti langsung besok operasinya. Sebesar apapun resikonya-"
"ASSALAMU ALAIKUM!" Salam itu memotong ucapan Delfin. Andri datang dengan sebuah kantong plastik besar digendongannya. Di belakangnya mengekor Rio, Tia, dan seorang perempuan lainnya.
"Hai, Fin, apa kabar? Hai, Om, Tante" Andini menggaruk pelan ujung pelipisnya.
"Lu bisa liat sendiri, kan? Masih aja baring disini."
Isti dan Darwin memberi senyum kepada Andini sebagai balasan salam. Isti menghela nafas saat menghadap Andri "Andri, tidak sopan! Ada orang tua di sini dan guru kamu juga ada, jangan bertingkah seperti itu. Karena kalian di sini jadi ada yang jaga Akra, Tante dan Om keluar sebentar ya." Isti dan Darwin keluar agar anak mereka memiliki waktu dengan teman-temannya. Angga menatap remaja di depannya, tangannya terangkat dan mengusap kepala Delfin sekilas kemudian pergi keluar menyusul orang tua Delfin.
Melihat jika semua orang dewasa telah pergi Tia langsung memukul kepala Andri "Lu gak ada otak, hah? Ngucap salam pelan aja kenapa? Kalo Delfin kaget gimana, Babi?"
"Ish... Yang gak usah mukul kepala gue. Kalo lecet gimana? dikira kepala gue banyak yang jual!"
"Dan lu kira jantung Delfin juga ada yang jual?!"
DAK
Melon dan semangka Andri letakkan dengan kesal. Sisa apel ia makan dan sampah kulit apel ia buang. Semangka Ia ambil dan dibelah dengan perbandingan 1/4, satu bagian ia ambil dan bagian lainnya dimasukkan ke kantong plastik, Semangka dikupas bersih dan hanya menyisakan daging buah merah segar.
Andri melakukannya dengan cepat sampai-sampai Delfin dan Andini meringis melihat betapa brutalnya Andri saat mengupas kulit tebal semangka.
"Lu ngapain masuk rumah sakit lagi?" Rio yang duduk santai di sofa membuka suara, Andini duduk disampingnya.
Delfin menerima piring berisi semangka yang Andri sodorkan, wajah kesalnya masih menempel "Makasih, Ndri. Udahlah jangan ngambek."
"Daritadi Tia bikin gue kesel, Anjir"
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Roman pour AdolescentsLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...