"Jadi bagaimana hasilnya?" Rafael bertanya dengan wajah datar, Angga disampingnya memainkan kedua jempolnya. Karena meski dia sudah menguatkan diri dia tetap khawatir dengan hasilnya.
Alyza menatap Angga sendu, tapi saat menatap Rafael ia menjadi prihatin.
"Pak, apa anda sakit?" Tanya Alyza saat melihat Rafael yang berpenampilan seperti pecandu narkoba, matanya bengkak dan kantung matanya hitam, bibir merahnya bengkak dan penuh luka. Rafael menggeleng dan mengatakan dia baik-baik saja.
"Baik," Alyza mengangguk tak yakin "Jadi begini, tolong perhatikan hasil CT scan ini. Di sini dapat dilihat jika ada organ tambahan di antara kandung kemih dan rektum," mendengar itu Angga mematung. Tangannya yang sedari tadi tak diam memainkan jari kini diam dan bergetar. Rafael fokus mendengarkan penjelasan Alyza selanjutnya.
"Namun kasus Angga berbeda. Dia memiliki kelamin luar utuh dengan testis berfungsi, dan tambahan ovarium lengkap dengan rahim dan bagian lainnya."
Angga menatap Alyza, matanya terlihat bergetar "S– saya punya rahim beneran, Dok? Tapi saya tidak pernah datang bulan." Rafael memandang sendu adiknya. Angga melihat Rafael tersenyum padanya, mengisyaratkan jika semua baik-baik saja.
"Memang. Kebanyakan Intersex mengalami pubertas terlambat atau perubahan gejala pubertas karena uniknya kinerja tubuh mereka. Dan Angga, kamu termasuk beruntung karena alat kelamin eksternal kamu terbentuk dengan sempurna dan kinerjanya normal. Di luar sana banyak Interseks yang tidak seberuntung kamu, di mana alat kelamin internal dan eksternal tidak sinkron sehingga kelamin eksternal mereka tidak dapat definisikan atau disebut "Ambiguous genitalia"."
"Jadi bagaimana?" Dengan alis menukik samar Rafael bertanya pada Alyza dengan mata tak lepas dari adiknya yang tak mendongak sama sekali. Tangannya bertengger di bahu Angga memberi dukungan tersirat.
"Karena Angga memiliki alat kelamin lengkap, saya bisa simpulkan dia sebagai lelaki. Namun bisa kalian lihat pada bagian ini," Alyza menunjuk pada sebuah organ diantara kandung kemih dan rektum "Ovarium yang ada pada adik anda lengkap dengan rahim dan lainnya. Yang membuat saya tidak habis pikir, adalah jalur serviks yang seharusnya terhubung dengan penis atau mungkin testis malah terhubunga ke– "
***
Delfin duduk di antara Maya dan Isti, dirinya tadi ingin duduk dengan kedua adiknya namun Isti dan Maya menarik dirinya agak duduk bersama mereka.
Maya tidak ikut ke dalam karena yakin pembahasan rumit dan sensitif ala kedokteran tidak dapat dia cerna. Darwin pergi membeli sesuatu, Evan dan Eva duduk di kursi lain sambil bermain suit, Andra hari ini libur karena itu dia memilih ikut saja.
Pintu terbuka mencuri perhatian semua yang ada disana. Rafael menampilkan senyum kecut, Angga ada di belakangnya. Isti segera bertanya meminta hasil tes, Delfin berdiri dan mempersilahkan Angga duduk di tempatnya, Maya menatap cemas anak bungsunya.
"Positif," jeda sejenak guna mengambil nafas "Angga punya– rahim." Kata terakhir Rafael ucapkan dengan pelan.
Maya memeluk tubuh Angga, pandangannya menatap Rafael penuh perhatian "Di rumah saja."
***
Sepoci teh hangat dan gelas tersaji di meja, tapi tak ada yang berniat menyentuhnya. Suasana rumah yang biasanya tenang dan hangat kini menjadi ramai dan cukup sesak karena sesatu yang akan mereka bahas.
"Ma, aku ke kamar ya?" Maya memandang anaknya dengan senyum manis dan mengangguk mengiyakan. Semua memandang Angga yang berjalan pergi dengan pandangan penuh simpati.
***
Angga menutup pintu kamarnya rapat. Mendudukkan dirinya di ranjangnya, pandangan laki-laki itu mengarah ke lantai berkeramik putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILKY
Teen FictionLelaki itu tidak punya rahim, tidak bisa mengandung, tidak bisa menyusui tentu saja. Angga, berusia 27 tahun, entah bagaimana dadanya mengeluarkan cairan laktasi. Bagaimana bisa? Apalagi ini terjadi saat dia seharusnya sudah menikah atau paling tida...