~🖤~
"Arul?" panggil Hendri terkekeh.
Setelah selesai memesan Arul dan cewek di sampingnya yang belum Hendri ketahui siapa, itu pun mendekat ke tempat duduk Hendri.
"Lo ngapain di sini, Hen?" tanya Arul.
"Ya, beli lah, ngapain lagi?" decak Hendri membuat Arul terkekeh pelan.
Hendri pun mengalihkan pandangan pada seorang cewek yang hanya diam menatap mereka berdua."Siapa nih?" tanya Hendri penasaran.
"Ini Oliv, murid gue."
Oliv tersenyum tipis sembari menyodorkan tangannya pada Hendri yang mangut-mangut mengerti. Hendri segera membalas tangan milik Oliv.
"Oliv."
"Hendri," balas Hendri.
Oliv tersenyum bingung, ia seperti pernah mendengar nama Hendri sebelumnya. Tapi siapa dan di mana dia pernah mendengarnya, Oliv tak ingat.
"Tapi Hen, tumben banget lo makan makanan di pinggir jalan kayak gini?" tanya Arul penasaran.
"Bukan buat gue."
"Hah? Terus buat siapa dong?"
"Ada," balas Hendri tersenyum miring lalu berjalan mendekati bapak yang sudah selesai membuat pesanannya.
Setelah membayarnya Hendri menoleh kan pandangannya pada Arul dan Oliv."Duluan," katanya.
Arul dan Oliv sama-sama tersenyum kaku, karena masing-masing dari mereka sama-sama memikirkan sesuatu. Arul yang memikirkan siapa yang dibelikan oleh Hendri dan Oliv yang memikirkan Hendri itu siapa.
~*~
Hendri memberhentikan mobilnya di depan rumah Hana. Hendri keluar dari mobil dengan membawa plastik berisi pecel yang baru saja dibelinya untuk Hana dan keluarganya. Hendri sengaja membeli tiga, karena Hendri tau saat ini Hana hanya tinggal bertiga saja di rumahnya.
Hendri berjalan menjenteng plastik menuju ke arah pintu rumah Hana yang memang terbuka lebar.
"Assalamualaikum, Hana."
Tak membutuhkan waktu lama, terdengar suara kaki berlari dari ruang tengah menuju pintu.
Hana memberikan senyum lebarnya pada Hendri yang mencebik melihat ekspresi Hana yang tersenyum lebar seperti itu. Hendri langsung menyodorkan plastik itu pada Hana. Hana pun mengambil plastik berisi pecel itu dari tangan Hendri.
"Terima kasih, Mas Hendri, yang tampan, baik hati, dan tidak sombong ini." Hana masih makin memperlebar senyumnya menampakkan gigi-gigi putihnya.
"Hmm," balas Hendri."Udah kan? Gue balik ya."
Baru saja Hendri hendak melangkahkan kakinya, Hana segera menarik satu tangan milik Hendri."Mau kemana?"
"Pulang."
"Kok pulang?" tanya Hana membuat Hendri mengerutkan keningnya bingung."Ayo, mampir dulu, sama-sama makan ini."
Hendri menggeleng cepat."Gak Hana, itu gue beli khusus untuk lo."
Hana mencebik kesal lalu mengalihkan pandangannya pada Rahma yang baru saja melintas."Mama," panggil Hana cepat.
Rahma pun menolehkan pandangannya, langsung berjalan mengarah pada Hana dan Hendri yang berdiri di ambang pintu. Rahma terkekeh pelan saat melihat tangan Hana yang masih menggenggam pergelangan tangan milik Hendri.
"Kenapa, An?" tanya Rahma.
Rahma mengerutkan keningnya bingung karena Hana yang berbisik seperti menyuruhnya melakukan sesuatu. Setelah beberapa detik memperhatikan situasi, akhirnya Rahma mengerti apa yang Hana pinta.
"Hendri, ayo masuk dulu," ucap Rahma tersenyum manis pada Hendri yang langsung mengarahkan pandangannya pada Hana yang tersenyum puas.
"Tuh, disuruh mama, ayo masuk dulu, mas."
Mau tidak mau Hendri pun menurutinya, karena kalau sudah urusan ibu, Hendri sangat sulit untuk menolaknya. Sepertinya Hana memang sudah mengetahui kelemahan Hendri satu itu.
Rahma pun berjalan lebih dulu, membawa Hendri diiringi Hana menuju ruang tengah yang sudah terdapat Rio yang duduk di sana. Hendri pun duduk tak jauh dari Rio dan di sampingnya adalah Rahma. Sementara Hana pergi ke dapur untuk mengambil piring dan sendok.
"Hendri, sekarang kuliah?" tanya Rahma membuka pembicaraan.
"Iya tante," balas Hendri mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Oh iya, semester berapa sekarang?"
"Semester 6."
"Ooh gitu." Rahma mangut-mangut mengerti sambil menaruh bungkus pecel di atas piring yang diambil Hana tadi."Makasih loh ya, pecelnya," ucap Rahma.
"Gak papa, tante." Hendri terkekeh pelan.
Mereka semua turun dari sofa dan duduk di bawah untuk makan bersama. Hana berjalan mengitari meja dan mengambil duduk di samping Hendri, Rahma yang melihat itu langsung tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nih," ucap Hana memberikan piring berisi pecalnya lengkap dengan sendoknya juga kepada Hendri.
Hendri menggelengkan kepalanya cepat."Gue gak usah, gak papa."
"Eh gak boleh gitu, Hendri yang beli, jadi Hendri juga harus makan."
Kalau sudah begini rasa ingin menolaknya jadi susah untuk dikatakan. Hendri pun pasrah dan mengambil piring itu ke hadapannya.
"Nih, ma." Hana menyodorkan piringnya pada Rahma.
"Ana, makan aja, mama minta dikit aja nanti."
Hana mengerutkan wajahnya sembari menggeleng menyodorkan paksa piringnya pada Rahma. Rahma mendengus pelan lalu mengambil piringnya, Hana memang seseorang yang sangat pemaksa.
Hana menyengir pelan saat mamanya itu mau mengambil pecelnya."Ana, minta punya Iyo aja nanti."
"Hana, bagi sama gue aja. Palingan gue juga gak habis," tawar Hendri saat Hana baru saja ingin menyendok nasi pecel milik Rio.
Hana diam sebentar menatap mata Hendri lama."Gak papa?" tanya Hana dan dijawab anggukan pelan dari Hendri.
Hana tersenyum cerah kemudian langsung menyantap pecel milik Hendri, tanpa sadar sudut bibir Hendri terangkat sedikit.
Melihat Hendri dan Hana yang makan sepiring berdua itu membuat Rahma terkekeh karena ia jadi mengingat masa-masa saat ia masih remaja dahulu. Ah, ia jadi merindukan Adam, Ayah Hana dan Rio.
Beberapa kali Hendri dibuat tertawa karena melihat pertengkaran antara Hana dan Rio, dibuat merasa nyaman karena Rahma menghidupkan kembali sosok ibu di hidupnya. Hati Hendri seketika menghangat, ia kembali merasakan kehangatan sebuah keluarga. Sudah sangat lama semenjak kepergian bundanya, sejak saat itu juga Hendri tak pernah merasakannya lagi.
~🖤~
😔❤️
Btw, TMNH bakal update, InsyaAllah setiap hari jam 6 wib. Oghey!!
Terima kasih❤️
Jangan lupa vote dan comment bestieeee🐝
Follow ig-ku juga yaaa @anelelilac
KAMU SEDANG MEMBACA
Taking My Neighbors Heart
RomanceHendri adalah lelaki berusia 21 tahun, merupakan anak dari seorang aktor terkenal bernama Taufan. Suatu hari ada masalah yang membuat Taufan dan Hendri bertengkar dan menyebabkan Hendri minggat dari rumah. Belum cukup sampai di sana, ternyata masala...