19 - Menaruh Perasaan

80 7 0
                                    

~🖤~

Hendri dan Hana duduk berdampingan di bangku kayu depan rumah Hana. Mereka baru saja melaksanakan makan malam bersama, itu juga karena Rahma yang memaksa agar Hendri mau makan malam bersama di rumahnya. Toh, siang tadi juga Hendri sudah membelikan mereka pecel, hitung-hitung balas budi.

"Makasih," ucap Hendri menolehkan pandangannya menatap Hana sembari tersenyum tulus.

Hana jadi salah tingkah dibuatnya."Gak, gak papa kali mas, santai aja. Toh, tadi kan Mas Hendri udah beliin pecel juga, tiga lagi."

Hendri terkekeh pelan."Tapi yang kalian kasih lebih dari sekedar makan malam."

"Maksudnya?" Hana mengerutkan keningnya bingung, tak mengerti apa yang Hendri katakan.

"Kalian kayak ngasih keluarga buat gue. Gue sendiri udah lama banget gak ngerasain hangatnya sebuah keluarga, semenjak bunda pergi," tutur Hendri sedikit bergetar.

Hana yang melihat itu seketika ikut tergerak hatinya. Hana menggigit bibir bawah untuk menahan agar dia tidak ikut sedih karena Hendri.

Hana tiba-tiba teringat dengan Om Taufan, saat di rumah neneknya Hendri. Kenapa Hendri bersikap seperti itu waktu itu? Dan apa hubungannya dengan Om Taufan? Apakah Taufan itu adalah ayahnya?

"Mas, aku boleh nanya sesuatu gak?" tanya Hana hati-hati.

"Boleh, mau nanya apa emang?"

"Tapi jangan marah, ya? Kalo emang gak mau jawab gak papa kok," ucap Hana dan dijawab anggukan pelan oleh Hendri."Sebenarnya Taufan Mahardika itu siapanya, Mas Hendri? Ayah?"

Hendri terdiam lama menatap mata Hana yang masih merasa canggung karena menanyakan hal ini padanya. Hendri kemudian mengalihkan pandangannya ke arah depan.

"Taufan Mahardika itu ayah gue dan mungkin lo juga penasaran, kenapa malam itu di tempat nenek, gue bersikap kayak gitu di depan ayah gue?" tanya Hendri melirik Hana yang tiba-tiba bingung harus menjawab bagaimana dan kemudian memberanikan diri menganggukan kepalanya dua kali.

Setelah membuat pemahaman sendiri di kepalanya Hana seketika menganga terkejut."Jangan bilang, itu karena berita dating ayahnya mas?"

Hana ingat berita itu dan Hana memang bisa dibilang penggemar Taufan Mahardika walau tak fanatik, jadi ia tau berita-berita tentang pria yang sudah menginjak usia empat puluh tujuh tahun itu.

Hendri mengangkat kedua alisnya melirik Hana sebentar kemudian mengangguk-ngangguk mengiyakan apa yang dikatakan Hana barusan adalah kebenaran.

Hana yang melihat itu jadi merasa tak enak karena telah menanyakan hal itu pada Hendri, pasti Hendri jadi terpikir lagi tentang masalah itu.

"Udah, gak usah dipikirin, guenya udah gak papa kok." Hendri terkekeh pelan namun siapa saja yang melihat itu juga pasti tau kalau sebenarnya Hendri masih menyimpan rasa kecewa.

Karena dia cuma berpura-pura untuk terlihat bahagia lewat tawa palsunya.

"Hana, lo besok sibuk gak?" tanya Hendri menoleh menatap Hana yang sempat terbengong cukup lama.

Hana mendongak membalas tatapan Hendri sembari menggelengkan kepalanya.

"Mau nemenin gue ke makam bunda, gak?" tanya Hendri lagi.

Hana tersenyum tulus sembari menganggukkan kepalanya cepat, saking tulusnya senyuman Hana sampai-sampai menular pada Hendri juga.

Deg!

Hana merasakan getaran yang berbeda di dadanya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Apakah ini tandanya Hana sudah mulai menaruh perasaan pada Hendri?

~*~

Arul mengotak-atik ponselnya, kemudian diangkatnya ponselnya mendekati telinganya. Arul baru saja menelepon seseorang, saat ini ia sedang menunggu orang yang ditujunya masih berdering.

"Halo, kenapa?" terdengar jawaban dari seberang sana.

Arul menghela napasnya pelan."Bisa ketemu gak, jam 8 ini, ada yang mau gue omongin."

"Mau ngomongin apa? Kalau bukan tentang Hendri, gue sibuk," balas orang itu.

Arul berdecak pelan."Iya, ini tentang Hendri. Makanya, ayo ketemu malam ini."

"Oh, oke. Nanti gue siap-siap dulu."

"Hmm," jawab Arul menjauhkan ponselnya dari telinga, menatapnya cukup lama, lalu menghela napas berat.

~*~

Mobil yang dikendarai oleh Beni berhenti di sebuah cafe. Linda melepas segera seatbelt-nya, lalu menolehkan pandangannya pada Beni yang baru juga hendak melepas seatbelt-nya.

"Mmm, Ben, lo gak usah ikut gak papa kok." Beni mengerutkan keningnya menatap Linda menelusur."Gue cuma sebentar serius," lanjut Linda meyakinkan.

"Lo gak lagi janjian sama Hendri kan?" tanya Beni memastikan.

"Gak, serius." Linda mengangkat kedua jarinya membentuk v."Gue gak senekat itu bawa lo kesini, buat ketemu Hendri kali, Ben."

Beni memutar matanya ke depan, moodnya jadi hilang kalau sudah mendengar kata Hendri apalagi yang mengucapkan adalah Linda.

"Oke, gue percaya sama lo," jawab Beni membuat Linda tersenyum cerah.

"Makasih," balas Linda lalu keluar dari mobilnya dan mulai menjauh memasuki cafe.

"Kenapa lo gak bisa buat jatuh cinta sama gue sih, Lin?" tanya Beni sembari mengamati Linda yang mulai hilang karena sudah memasuki cafe.

~🖤~

Btw, TMNH bakal update, InsyaAllah setiap hari jam 6 wib. Oghey!!

Terima kasih❤️

Jangan lupa vote dan comment bestieeee🐝

Follow ig-ku juga yaaa @anelelilac

Taking My Neighbors Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang