16. kondangan

470 76 1
                                    

Sekarang hari apa? apa aja lah ya. Saatnya tuan dan nyonya besar pergi berangkat ke kondangan.

Berdua aja, karena di undangan yang dipanggil mereka mereka aja.

BPK JAYA DAN IBU MONIKA.

Si sulung juga bungsu di rumah, bertiga aja. Sama mbak Cici.

"Bentar dulu mas," ujar Monday dan berhenti melangkah.

Yang otomatis Jay juga ikutan berhenti. "Hm?"

Monday menggerakan kakinya pelan. "Pegel ih, nyesel banget pake ginian."

"Kan. Mas bilang juga apa." kata Jay lalu berjongkok menelisik tumit istrinya itu.

"Ya kan gak tau."

Jay kembali berdiri. Dia mendorong pelan Monday kearah mobil. "Pake sepatu sandal aja deh ya?"

"Ish, nanti ya gak masuk sama bajunya." cetus Monday tapi setelahnya mikir lagi. Daripada sakit, mending iya aja kan.

"Masuk masuk aja, bentar mas ambilin."

Mas suami jalan kebelakang, bagasi mobil. Ambil sepatu sandal punya Monday yang emang wajib dibawa kemana mana.

"Lagian ngikutin mama, sesat tuh yang ada." Jay berjongkok melepas dan mengganti sepatu sandal di kaki istri.

"Dosa ih, ibu gak ada salah apa apa dibilang sesat."

"Ya kan emang nyatanya gitu."

Selesai urusan sepatu high heels, mereka kembali beranjak masuk dalam gedung acaranya.

"Mas Jay mukanya datar banget, senyum mas, senyum." titah Monday melihat Jay berjalan dengan tampang dinginnya.

"Gak ah, mahal."

Langsung dilirik sinis sama istrinya. Monday melepaskan ampitan tangan di lengan Jay.

"Jauh jauh, aku anti sama orang yang jarang senyum." kata Monday mengusir.

"Mencar aja deh, mas."

"Heh."

Jay melirik sekilas dimana banyak orang yang senyum seakan menyapa pada dirinya.

Mau nggak mau, dia jadi ikutan senyum. Cih, bucheen banget sih.

"Udah, sini deketan." titahnya pada si nyonya.

Yang menjadi oknum langsung tersenyum manis. Kembali mendekat dan mengampit lengan itu lagi.

Setelah memberi selamat pada yang punya acara, dilanjut makan makan ringan, lalu pulang.

"Aku apus make up sini aja apa ya?" tanya Monday nggak tau ke siapa.

Tapi Jay noleh sebentar. "Hm, boleh."

Monday sontak mengambil kapas dan serum, tapi tiga detik kemudian menjatuhkan bahu.

"Gak jadi deh, jelek nanti. Udah gini aja."

"Jelek? siapa yang jelek?"

Si istri menunjuk dirinya sendiri. "Aku lah, kan yang mau apus make up aku."

"Siapa yang bilang kamu jelek?"

"Ada--eh enggak! gak ada, gak ada."

Jay melirik dari ekor matanya. Dia inget, kemarin wali murid disuruh ke sekolah. Dan yang dateng itu si Monday.

"Mas udah tau, kamu gak perlu bohong."

Monday menghela napas pelan. Lalu tersenyum, "tapi pandangan orang kan beda beda, jadi ya aku gapapa."

"Gapapa gimana. Dikira mas gak tau, kamu bengong seharian dari pulang rapat."

"Y-ya kan, itu tuh aku gak bengong!"

"Terus apa?"

"Cari konsentrasi."

Jay terkekeh pelan, dia mengambil ponsel, memanggil panggilan vidio.

"Oi, kenape lagi pa?" ujar Rei dari sebrang sana.

"Bang," panggil Jay, dia melirik kearah samping. "Mama sedih nih, hibur dong."

"KENAPA???"

Monday sudah memberi kode agar Jay tidak memberi tahu pada si sulung.

Tapi malah dibalas acuh. "Kayanya sih dibilang jelek sama wali murid sekolah kamu."

"IDIH SIAPE YANG BERANI BILANG GITU?? BESOK REI LABRAK!!"

Rei berseru sangat keras sampai suara dari Raisa pun terdengar. "Sini biar Rei bilangin mama, mama???"

Jay memberikan ponselnya pada Monday. "Mau ngomong sama kamu."

"Mama, mama!!"

"Iyaa??"

Rei langsung saja ngegas, "dengerin ya ma, mama itu canteq banget, kadangan juga bikin temen kelas hilang akal alias jelalatan."

".. hm?"

"kalo kata Rei sama papa tuh, mana ada sih bidadari yang jelek? mustahil kan? nah itu, karena mama bidadari, jadi mama cantik."

Monday tersenyum manis. Dia memilih mendengarkan si sulung yang mencoba memberi hiburan padanya.

---





pwiuwit..

Sedarah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang