Monday bingung plus heran ini kenapa Jay pulang kantor sambil misuh misuh.
Mana penampilannya udah acak acakan. "bangsat emang si batak, gue bakar juga pala dia, mumet anjing."
Jay meletakan tasnya asal. Dia duduk di sofa sambil mengusak rambutnya kasar.
"Kenapa mas Jay?"
Untung si sulung belum pulang. Jadi nggak akan dijulidi. "Halah papa gitu doang stress, Rei nih, tiap hari utang makan biasa aja."
Serah tuan muda aja dah,-- gue jitak pala lo ya Rei!! "author yg ikutan emosi"
"Orang nyusahain enaknya dibunuh kan, yang?"
Jay melempar ponselnya yang sudah retak keatas meja. Ponsel rusak karena tadi ribut di kantor.
"Ada apa sih?" Monday menelisik ponsel itu. Bisa bisanya gitu, ponsel ikutan kena.
Karena emang klien dari batak itu banyak maunya. Padahal perusahaan Jay udah keluarin sebagian dana.
"Sini, sini." dia menyandarkan kepala suami ke bahunya. "sama klien yang dari batak lagi?"
Dibalas anggukan samar, "dia banyak maunya yang, mas capek banget."
Kasihan. Bolak balik kantor cuma buat ngurusin satu klien aja. Apa nggak capek badan dia.
"Ya makanya aku bilang, istirahat dulu. Kalo dipaksa jadinya gini, mas nya yang emosi terus capek."
Dengan elusan di punggung Jay. Monday kembali berujar,
"Bilang ke klien nya juga kalo mas itu butuh waktu. Ya buat istirahat sama bikin datanya."
Pelan pelan emosi Jay mereda. Dia menghela napas panjang dari posisinya. Juga melingkarkan lengan di pinggang ramping itu.
"Terus, itu ponsel kenapa bisa retak gitu, coba?"
"Mas gak sengaja banting."
Haduh. Mentang mentang banyak duit, sekalinya emosi langsung banting barang mahal.
"Yaampun.."
"Abis dia bikin emosi terus, gimana mas gak kepancing coba."
Monday mengangguk pelan. "Iya, iya. Udah, gak boleh emosi emosi lagi."
Sampai pukul tiga sore dan saatnya si sulung pulang. Raisa ada tambahan, pulang jam lima.
"Samlekum, waduh ada apaan nih??!"
Si sulung mendekat kearah keduanya. Netranya menangkap ponsel tadi.
"Ini hape mahal kenapa malah rusak gini dah??" katanya sambil membolak balikan barangnya.
Monday menepuk lengannya pelan. "Ganti baju dulu, digantung juga seragamnya."
"Oke, tapi ini papa kenapa?"
"Banyak pikiran, sana ganti dulu baru makan."
Rei mengangkat jempolnya. Tapi sebelum beranjak, dia menatap lekat wajah papanya yang tertidur itu.
"Biar gak pusing lagi, hehe" cengirnya setelah mengecup singkat kening Jay.
Si mama cuma terkekeh pelan. Gini aja akur, giliran sama sama aktif ribut terus.