23. kerjasama

410 62 1
                                    

"Today i don't feel like doing anything.. i just wanna lay in my bed.. don't feel like--"

Itu Raisa yang nyanyi. Sambil rebahan di sofa ruang keluarga. Mana sesekali ngegas juga.

"NYANYI TROOOS, SESEKALI BANTUIN ABANG KENAPA."

Dan Rei. Dengan teganya si bapak negara memberi pekerjaan di pagi hari ini, nyuci mobil.

Fyi mobilnya ada banyak.

"Kan elo yang dikasih kerjaan sama papa. Salah sendiri juga, pagi pagi udah bikin ribut aja."

Rei berkacak pinggang dengan handuk kecil yang mana bertengger di bahunya. "Dek! ayolah bantuin abang!"

Kalau udah dek-abang, berarti ada maunya Reishiva Daya Abimanyu ini. Jangan tertipu kelen.

"Enggak."

Mana enak banget bapaknya setelah ngasih kerjaan berat ini malah pergi berduaan sama nyonya.

"Okay fine! gue lusa lusa bakal kuliah di negeri dongeng."

Setelah berucap Rei balik lagi ke depan untuk melanjutkan mencuci mobil. Dan Raisa menatap dia acuh.

"Mau di negeri dongeng, luar angkasa, atau di planet pluto, asal keadaan tenang kenapa gue larang coba?"

Rei mencucu pelan sambil mencuci mobil. Mana mukanya basah juga karena mencelupkan kainnya ke air kasar banget.

"Biar kang Mumun aja den, udah gapapa."

Kang Mumun a.k.a supir pribadi emang orangnya nggak enakan. Apalagi sama keluarga Jaya ini.

Padahal udah kerja bertahun tahun juga.

"Enggak kang makasih. Ini Rei dikasih kerjaan sama papa, gak boleh ada yang gantiin."

Gini gini Rei punya sopan santun dan tanggung jawab. "Kang Mumun istirahat aja, baru pulang anterin ibu kan? capek pasti."

Masyaallah, idaman.... tapi hanya sesaat.

"Ah enggak den, akang cuma anterin ibu nyonya ke daerah sebelah aja, deket juga."

"Capek. Udah istirahat aja. Biar Rei yang selesein. Lagian ini juga tugasnya Rei."

Kang Mumun menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Yaudah kalo gitu, akang duduk boleh kan?"

"YA BOLEH DONG??! masa duduk dilarang, udah kaya mau nikah dibawah umur aja."

Pekerjaan Rei diselingi dengan perbincangan ringan bersama akang. "Anak kang Mumun tuh ada berapa?"

"Dua."

"Oh, selisih berapa taun?"

"Kaya aden sama si non."

Rei memeras kainnya kuat kuat, "Rai? satu taun aja dong?"

Kang Mumun mengangguk. "Iya, tapi anak akang yang pertama udah diambil lagi."

Sebentar. Otak Rei kali ini nggak bisa buat mikir. "Diambil?? maksudnya gimana?"

"Iya, berpulang lah istilahnya."

"Oooh--EH??? seriusan?"

Melihat respon akang, yang menganggukan kepala membuat tatapan Rei sendu.

"Yaaah maap kang, Rei gak tau. Turut berduka ya."

Si akang mengangguk lagi mengisyaratkan bahwa dirinya baik baik saja. Juga sudah ikhlas karena sudah jalannya begitu.

"Cocok tuh jadi tukang cuci mobil."

Rei menoleh mendapati papanya yang cuma pakai kaos putih dan celana boxer polos.

"Makasih atau apa gitu ini malah ngatain."

Jay mengerutkan kening. "Loh? makasih buat apa? ini kan hukuman bukan permintaan tolong?"

"...."

Melihat si sulung terdiam membuat Jay tertawa pelan. "Iya, iya. Makasih abang udah cuciin mobil. Sana mandi, basah semua. Nanti masuk angin."

"Okay."

Rei berdiri menyampirkan handuk kecil seperti tadi dan menenteng ember berisi air kotor, bekas debu di mobil.

"Kang, makasih kerjasamanya." kata Jay pada kang Mumun.

Dan ternyata ini semua adalah rencana dari tuan Lakeswara yang terhormat. Biar tau rasa kali si sulung.

"Iya tuan, sama sama."

Sedarah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang