36 | Sakit dan khawatir

740 89 0
                                    

Matanya berkedut panas, bibirnya mulai bergetar membaca deretan kata hujatan yang tertuju padanya.

"Aku tidak menyukai model wanitanya!"

"Mukanya kayak cabe jijik!"

"Moga aja Zevan sayang gak kena pelet!"

"Mari kita santet onlen, bibir Kak Zevan jadi gak suci gara-gara dia!"

"Sok genit ceweknya!!"

Kurang lebih kata-kata seperti itu yang tercantum di lapak komentar video iklan mereka yang sudah dipublikasi di youtu*e. Sebenarnya mereka bodoh atau bagaimana? Raina tidak habis pikir, ia dan Zevan hanya syuting tidak lebih, dan semua akting yang mereka lakukan hanya lakon belaka. Tapi kenapa mereka brgitu berlebihan sampai ingin Raina menghilang dari dunia? Padahal Raina tidak sejahat itu.

"Idola dan penggemar sama saja! Minus akhlak!" geram Raina.

Belum selesai membaca setiap komen hingga ujung, tiba-tiba layar kaca Raina menampakkan sebuah notif telpon dari bundanya.

"Halo bunda?"

"Raina, nak apa kabar?"

Raina tersenyum hatinya sedikit tenang setelah mendengar suara yang sudah lama tak terdengar.

"Baik, kalau bunda?"

"Bunda juga baik, Bunda lihat iklan kamu loh di tv! Cantik banget anak bunda!"

Raina terkekeh, ia merasa tersanjung. "Iya dong, anak bunda gitu loh!"

Sejenak tidak ada jawaban dari Bunda Raina, melainkan suara isakan tangis yang terdengar di balik telpon.

Raina membenarkan posisi tidurnya. "Bunda, kenapa?!" tanyanya khawatir.

"Maafin Bunda ya nak, harus memberitahu kabar buruk di saat kamu bahagia sekarang." Suara Bunda bergetar, terdengar menahan tangis.

"Bunda jangan nangis, kabar buruk apa?"

Sebenarnya Raina masih belum siap untuk menerima kabar buruk lainnya setelah mendapat sejuta hujatan untuknya.

"Bunda udah gak bisa nerusin rumah tangga lagi sama ayah kamu."

Deg.

"Maafin Bunda karena nggak bisa membuat keluarga yang utuh untuk kamu dan Kak Rara,"

"Maafin Bunda...."

Tut.

Raina dengan segera mematikan telponnya sepihak, ia benar-benar tidak ingin mendengar lebih, hatinya sesak, air mata yang ingin sekali ia tahan itu sudah berada di ujung pelupuk mata, Raina benci menangis! Tapi terlalu menyakitkan bila ditahan.

Mungkin untuk sekarang tidak apa-apa untuk menjadi tidak baik-baik saja.

.....

"Sial!" Zevan mengumpat setelah membaca semua hujatan penggemarnya yang ditujukan untuk Raina.

Tidak tahu kenapa, sekarang justru dia yang menjadi merasa bersalah. Ditambah lagi sudah 2 hari Raina tidak keluar dari apartemennya sejak video iklan itu dipublikasikan, kenapa juga sutradaranya menambahkan adegan dimana bibir mereka bersentuhan kemarin?!

Sebenarnya Zevan ingin sekali memeriksa keberadaan gadis itu apakah ia baik-baik saja, tapi rasa gengsi setinggi gunung itu melarangnya untuk pergi.

"Tidak Zevan kau lelaki baik, jadi kau harus memastikan keadaannya!" ujar Zevan berbicara pada diri sendiri.

Dengan cepat ia melangkah ke depan pintu apartemen Raina, ia sudah siap untuk menekan bel tapi tangannya ragu.

"Tidak! Bagaimana kalau gadis gila itu mengira aku suka padanya?! Tidak!tidak!" Zevan mengurungkan niatnya lagi.

Ia menoleh ke sekeliling lorong, dan tidak ada siapapun yang berlalu lewat. Kemana saja Bian yang selalu perhatian kepada Raina?! Kenapa lelaki itu tak sadar bila Raina sudah tidak keluar dari apartemen selama 2 hari, dan kenapa juga harus Zevan yang sadar akan hal ini?!

Sedang sibuk berpikir, telinga Zevan salah fokus akan suara yang muncul dari apartemen Raina, suara rintihan.

Mendengar suara rintihan sakit, Zevan segera menekan bel berkali-kali tapi tak kunjung ada yang menanggapi. Dengan segera Zevan membuka paksa pintu apartemen Raina dengan dorongan tubuh kekarnya, entah karena pintunya sudah tua, pintu itu terbuka dengan mudah. Zevan memasuki apartemen perlahan dan melihat Raina yang sudah tergeletak lemas di lantai kamar.

"Hujan! Kau tak apa?"

Raina berusaha membuka matanya.
"Zevan...."

Zevan menggendong Raina di pundaknya lalu berlari sekuat tenaga menuju mobil, melupakan statusnya sebagai publik figur yang mungkin akan dikenali banyak orang di luar sana, Zevan tak punya waktu untuk menyembunyikan wajahnya.

Ia segera menekan gas terburu-buru hingga sampai di depan rumah sakit terdekat, Zevan melepas safety belt Raina namun matanya terpikat pada tatapan sendu dari Raina.

Dengan bibir pucat dan bergetar Raina mencoba mengatakan sesuatu.

"Zㅡzevan... kau, mengkhawatirkan aku?"

.....

"ASTAGA RAINA!KAU TIDAK APA-APA?!"

"Apa Bian dan Zevan tidak bersikap baik padamu selama kami tidak ada?!" Leon memekik histeris, memeriksa keadaan Raina yang terbaring lemah di kasur rumah sakit.

Lelaki yang baru saja tiba dari Bali yang memakan perjalanan 1 hari penuh itu tak merasa lelah dan langsung menuju rumah sakit setelah mendengar Raina sakit.

Raina terkekeh mendengar Leon.
"Kenapa kau seperti ini? Kau suka aku?" tanyanya bergurau.

"Wah sudah sakit juga kau tetap menyebalkan!" Leon mengelak malu dengan perasaannya.

Raina menatap semua orang yang berada di sampingnya.

Leon, Zevan, Bian, dan Bara.

"Bara kau tidak lelah? seharusnya kau langsung istirahat saja," ucap Raina sungkan.

Bara menggeleng. "Tidak, aku ingin menemanimu.

"Cih, kau hanya peduli dengan Bara tapi tidak denganku." Leon menekuk muka cemburu.

"Kamu harus memperhatikan kesehatanmu Rain, Rara bisa khawatir." Bian menyaut.

Raina tersenyum miris, lagi-lagi Rara.

"Bisakah kalian meninggalkan ruangan ini? Aku ingin bicara dengan Bian."

Zevan langsung melenggang pergi setelah mendengar itu, Bara menyusulnya. Sedangkan Leon meskipun ada rasa tak rela di hati lelaki itu untuk meninggalkan gadisnya sendirian bersama Bian, ia terpaksa meninggalkannya.

"Bian," panggil Raina pelan.

Ia masih terlalu lemah untuk menjadi sosok yang ceria sekarang.

"Kau menyukai kak Rara?"

Raina berharap Bian mengatakan tidak, tapi Bian justru tersenyum dan mengangguk.

"Tapi bagaimana kalau aku mengatakan aku mencintaimu?"

.....

TBC.

Halo Tetangga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang